Pages

Rabu, 18 Januari 2012

[episode 7] Meletakkan Cinta



Udara masih terlalu sejuk untuk dirasakan, embun sepertinya enggan menetes pada dedaunan hijau. Matahari belum ingin menampakkan keangkuhannya. Hujan deras yang mengguyur semalam masih menyisakan tanah-tanah yang basah dengan aroma khasnya. Hari ini jadual masuk siang, sehingga lebih santai untuk pagi ini. Apalagi udara masih terasa menusuk tulang, rasa malas perlahan menyelimutiku.

“Farah.. kamu udah dapat info lolos beasiswa UKKI belum?” teriak Rina dari kamarnya yang letaknya selisih satu kamar denganku. Teriakannya tiba-tiba membuatku untuk semangat empat-lima dan bersegera meluncur ke kamar Rina. Rina yang sedang asyik duduk di depan laptopnya dikagetkan oleh kedatangan Farah yang secepat kilat sudah berada di sampingnya.

“Kamu udah dapat, Rin?” tanyaku dengan nada sedikit mengharap.

“Udah. Nih, barusan dapat sms dari anak UKKI kayaknya. Tapi sayang aku nggak lolos.” Rina menjawab dengan ekspresi datar sambil menyodorkan handphonenya ke aku.

“Aduh, kok aku nggak dapat sms apa-apa ya?” sambil membaca isi sms dari handphonenya Rina aku berharap-harap cemas.

“Santai aja, paling sebentar lagi kamu dapat sms pemberitahuan. Semoga aja lolos, habis itu ntar aku ditraktir ya..” Mata Rina tetap saja tidak lepas dari layar laptop di hadapannya.

“Apa hubungannya lolos sama traktiran? Kamu tuh lho, lagian dari tadi ngapain sih di depan laptop serius amat?” tanyaku penasaran pada Rina.

“Ya pokoknya adalah.. ini aku lagi lihat website kampus, kemungkinan ada info beasiswa lagi. Mungkin ada yang pas buat aku,” Rina menjelaskan.

“Hmm.. yaudah deh, aku balik ke kamar dulu ya. Semangat, Rin!” kulangkahkan kakiku keluar dari kamar Rina menuju kamarku kembali. Tepat saat kulangkahkan kakiku menuju kamar, handphoneku bergetar tanda satu sms masuk. Langsung saja kubuka sms itu, jantungku semakin berdegub kencang ketika melihat bahwa pengirim sms adalah sebuah nomor. Artinya, nomor tersebut tidak ada di kontak handphoneku. Pikirankupun dengan sendirinya melayang, berpikir bahwa nomor tersebut mengabarkan perihal beasiswa UKKI itu.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Barokallah, antum lolos beasiswa UKKI selama dua semester ini. Manfaatkan beasiswa ini semaksimal mungkin. Buktikan dengan prestasi yang memuaskan. Mari berfastabiqul khoirot..

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Langsung kubalas sms itu dengan ucapan terimakasih atas infonya. Semangatku kali ini meningkat tajam, kembali aku ke kamar Rina dan mengabarkan berita ini dengan wajah berbinar-binar.

“Alhamdulillah Rin, aku lolos beasiswa.” Dengan nada riang kugoyangkan pundak Rina sekencang mungkin.

“Yee, Barokallah Rah. Berarti aku jadi makan-makan nih..” kali ini pandangan Rina dialihkan kepadaku. Dia menatapku, seolah-olah Ia merasakan apa yang juga aku rasakan.

“Gimana ya, iya deh insya Allah.” Nampaknya senyumku terukir indah di wajahku. Ada kepuasan batin tersendiri,

“Beneran lho, Rah?” Rina memastikan kata-kata yang baru saja meluncur dari mulutku yang menurutnya hanya emosi sesaat.

“Iya, iya. Insya Allah, yaudah aku ke kamar dulu ya. Mau telpon orangtuaku nih. Assalamu’alaikum,” gayaku sedikit berlebihan keluar dari kamar Rina.

Handphone yang masih berada di tanganku bergetar lagi. Satu pesan masuk dan itu dari nomor yang tadi mengirim pemberitahuan lolosnya aku untuk mendapatkan beasiswa UKKI. “Waiyyakum, ukhti. Tetep semangat berlomba-lomba dalam kebaikan ya.” Sms itu ternyata balasan dari smsku yang tadi.

“Iya, syukron ^^” kukirim lagi sebuah sms untuk membalas sms tersebut.

“Afwan. Ukirkan sesuatu yang hebat di kampus konservasi ini ukhti.” Nampaknya aku mulai merasakan sesuatu yang aneh dengan balasan setelahnya.

“Insya Allah, afwan kalau boleh tau ini dengan siapa?” tanyaku menyelidiki pemilik nomornya.

“Ini saya Yusuf. Oh iya, nanti sore bagi mahasiswa yang lolos beasiswa silahkan kumpul di PKMU pukul 16.00 ya^^” sms itu dibalas dengan begitu cepatnya.

Deg! Jantungku berdegub lebih kencang. Rasanya ada yang tidak beres dengan akh Yusuf, atau denganku? Tanpa sadar, kubalas sms itu dengan degub jantung yang semakin tak karuan.

“Iya akh, insya Allah.” Sms itu terkirim.

“Baik, saya tunggu kehadirannya di PKMU ya.” Belum ada satu menit akh Yusuf sudah membalas smsku. Kuputuskan untuk tak membalas sms terakhir akh Yusuf itu. Karena sepertinya benar-benar ada yang tidak beres dengannya, namun aku hanya menduga-duga.

=======================================================

Adzan asar berkumandang, merajai sebagian kampus Unnes. Ramai dan padatnya tempat parkir di samping gedung B1 FBS Unnes membuatku sedikit kesulitan untuk bersegera menuju masjid kampus. Hati ini semakin tidak tenang, apalagi di saat seruanNya tiada yang mempedulikan. Ah, aku ingin bersegera memadu kasih bersamaNya. Kuurungkan niatku untuk mengambil motor, dan bersegera menuju masjid kampus melalui pintu kecil yang berada tepat di samping fakultasku ini.

Alhamdulillah, akhirnya sampai juga di masjid yang sungguh sejuk ini. Suasana masjid yang khas, membuatku tak pernah bosan untuk kembali dan kembali ke masjid ini. Sesaat setelah mengambil air wudhu, iqomah berkumandang. Bersegera kulangkahkan kakiku menuju masjid lantai 3, tempat dimana jamaah perempuan berada. Seperti biasa, sholat asar di bagian shaff perempuan selalu sepi. Hanya ada dua atau tiga orang mahasiswa yang ikut melaksanakan sholat asar berjamaah. Atau bahkan terkadang, hanya aku seorang berada di shaff ini.

Seusai sholat asar, kutengadahkan tanganku mengadu pada sang pemilik jiwa ini. Berdo’a seperti biasa mencurahkan segala gejolak hati padaNya. Tak lupa, kumeminta perlindungan kepadaNya atas segala aktifitas yang kulakukan.

Kulihat jam tanganku, jarum jam menunjuk pada angka 16.40. Masih dua puluh menit menuju pertemuan di PKMU untuk berkumpul beasiswa. Kusempatkan untuk melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Hatiku ikut larut dalam lantunan suci ini.

Sekitar lima belas menit, lantunan ayat suci Al-Qur’an dengan bacaan yang lirih kuselesaikan. Bersegera kulipat mukenaku dan bersiap menuju PKMU.

===========================================================

Motor kuparkirkan tepat di depan PKMU bagian samping kiri. Kulihat sesosok ikhwan memarkirkan kendaraannya tak jauh dari tempat dimana aku parkir.

“Assalamu’alaikum ukhti,” sapa ikhwan itu membuyarkan lamunanku.

“E..eh, Wa’alaikumussalam warohamatullah akh.” Jawabku datar, kuperhatikan ikhwan itu yang tak lain adalah akh Yusuf.

“Mari masuk ukh,” ajak akh Yusuf kepadaku.

...bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger