Pages

Jumat, 13 Januari 2012

[episode 4] Meletakkan Cinta


“Udah dikumpulin belum dek formulir pendaftaran beasiswanya?” Tanya mbak Ica

“Belum mbak, dikumpulin paling lambat kapan?” tanyaku sambil membereskan buku-buku kuliah yang berserakan di rak buku.

“Secepatnya dek, kalau bisa hari ini ya. Soalnya datanya harus segera diseleksi.” Jelas mbak Ica.

“Iya mbak, insya Allah. Ngumpulinnya dimana mbak?”

“Di PKMU bisa, di ruang kesekretariatan UKKI ya..”

“Kenapa nggak di mbak Ica aja?”

“Mbak hari ini ada agenda di luar kota yang harus segera diselesaikan. Jadi hari ini mbak nggak ke kampus dulu. Oh iya, berarti nanti malam mbak tinggal ya.” Senyum mbak Ica kepadaku. Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku, meski terasa berat.

Mbak Ica sibuk sekali, tapi yang kulihat tak ada lelah yang terukir pada keanggunannya. Ia tetap saja anggun dan bahkan masih sempat-sempatnya menanyakan kabar kami (penghuni kos) saat Ia tengah berada dalam kesibukannya. Akhwat yang luar biasa, aku ingin menjadi seperti sosok mbak Ica yang tiada lelah terukir pada wajahnya.

=============================================================

Matahari gagah menguasai siang ini, teriknya membuatku sedikit malas menuju ke PKMU. Apalagi hanya seorang diri untuk menyerahkan berkas-berkas formulir beasiswa ini. Sebelum menuju PKMU kuhadapkan diriku pada Sang Pemilik alam semesta. Kutunaikan kewajibanku untuk memadu kasih bersamaNya.

Kuparkirkan sepeda motorku di parkiran masjid. Nyamannya suasana masjid memang tak ada yang bisa menggantikan. Kumandang adzan menyerukan hambaNya untuk segera mendirikan kewajiban terhadapNya. Setelah meletakkan helm dan meletakkannya di kaca spion, kulangkahkan kakiku menuju tempat wudhu. Gemericik air wudhu mempertegas keyakinanku untuk bergegas mengambil air wudhu. Kuletakkan tas di loker yang tersedia di masjid ini. Tak sampai lima menit kulangkahkan kakiku menuju lantai tiga, dimana jamaah wanita berada.

Memadu kasih bersamaNya memang tak ada yang bisa menandingi kenikmatannya. Setelah kutunaikan dua rokaat sunnah, bersimpuh mengingat asmaNya seraya menanti iqomah menyeru. Sesaat kutunaikan wajibku bersama jamaah lain mendirikan sholat.

=============================================================

Selepas sholat dhuhur, kembali menuju tempat parkir untuk bersegera ke PKMU. Bismillah, setelah menarik nafas panjang segera kukendarai motor dan menuju PKMU. Unnes memang universitas yang begitu sejuk, tak hanya menjadikan slogan namun konservasi itu benar-benar diterapkan. Tiap memasuki gerbang Unnes rimbunan pohon yang berbaris rapi membuatku lebih enak menghirup udara segar ini. Meskipun matahari tak bersembunyi, suasana Unnes selalu saja seperti ini.

Tak terasa aku sudah berada di depan PKMU,kuparkirkan sepeda motorku dan mulai memasuki gedung dua lantai tersebut. Langkahku terhenti sejenak, antara yakin dan tidak yakin untuk memasuki PKMU ini. Belum pernah memasukinya, dan ini akan memasukinya sendirian.

“Assalamu’alaikum,” suara itu mengagetkanku. Seorang akhwat menepuk pundakku halus.

“Wa’alaikumussalam…” menjawab sambil memperhatikan akhwat yang wajahnya taka sing lagi bagiku. Tapi siapa yaa…,aku hanya menduga-duga.

“Mau masuk dek?” Tanya akhwat tersebut.

“Iya mbak, mbak juga mau masuk?” tanyaku berharap akhwat ini mau menemaniku masuk ke PKMU ini.

“Iya dek, mbak mau ke kesekretariatan UKKI. Ayo bareng, pasti mau ke kesekretariatan UKKI juga ya?” tanya akhwat tersebut menerka-nerka.

“Iya mbak, ini mau mengumpulkan berkas-berkas dan formulir beasiswa.” Jawabku polos.

“Oh iya, kebetulan mbak yang bagian mengarsipkan data-data tersebut.” Percakapan itu mengantarkan kami berdua ke secretariat UKKI. “Sini, dikumpulkan ke sini dek.” Ajak akhwat tersebut.

“Iya mbak. Afwan kalau boleh tau mbak namanya siapa ya?”

“Panggil aja mbak Lia, mbak sering main ke kos anti lho. Kosnya di Fathimah kan? Mbak kan temennya mbak Ica.” mbak Lia menjelaskan tanpa kupinta.

“Hmm, pantesan nggak asing sama wajahnya mbak.” Sambil kusodorkan berkas-berkas dan formulir beasiswa tersebut.

“Gimana ukh, sudah kumpul berapa datanya?” Tanya seorang ikhwan yang sedang duduk mengahadap layar laptopnya.

“Baru 37 data akh, kebanyakan yang belum dari FT dan FE.” Mbak Lia menjawab pertanyaan ikhwan tersebut.

“Lho, di sini ada ukhti Farah juga ternyata. Afwan ukh, saya kira tadi siapa ternyata anti.” Ikhwan tersebut tak lain adalah akh Yusuf.

Tiba-tiba saja aku dibuat salah tingkah olehnya, “Iya akh, ini menyerahkan berkas untuk beasiswa.” Jawabku sambil memandang berkas-berkas yang sudah berada di tangan mbak Lia.

“Anti juga ndaftar beasiswa ukh?” Tanya mas Yusuf.

“Iya akh, biar ngirit uang orangtua.” Jawabku sambil tersenyum.

“Semoga lolos ya ukh.” Mas Yusuf memandangi berkas-berkas beasiswa tersebut.

“Kalian kenal juga?” Tanya mbak Lia penasaran.

“Iya, baru kenal. Waktu itu ketemu di kosnya ukhti Ica pas saya ke sana.” Jelas mas Yusuf

Mas Yusuf memeriksa berkas yang sudah diletakkan dalam satu map oleh mbak Ica. Serius sekali sepertinya, sambil menggumam dan mengangguk-anggukkan kepala mas Yusuf mengamati benar data tersebut.

“Anti dari Kudus ya ukh?” Tanya mas Yusuf kepadaku.

“Iya akh, ada apa ya?”

...bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger