Pages

Rabu, 04 Januari 2012

[episode 1] Meletakkan Cinta


Terik matahari begitu menyengat tubuhku, jilbab biru laut yang kukenakan sejak pagi tadi sudah mulai lusuh dengan hembusan angin dan debu yang mengiringi perjalananku menuju tempat dimana aku akan merantau. Semarang, menjadi kota pilihanku yang haus akan ilmu. Cukup jauh juga rupanya dari Kudus menuju Semarang dengan mengendarai kuda besi merahku, dua jam tanpa istirahat membuatku lelah. Sebelum sampai di kampusku, kusempatkan untuk istirahat sejenak di sebuah bangunan berwarna hijau yang sangat sejuk. Ya, dimana lagi kalau bukan di masjid. Tempat peristirahatan paling nyaman yang pernah kurasakan. Kuparkirkan sepeda motorku di halaman masjid, sambil menghela nafas panjang aku duduk dan mengambil sebuah botol kecil berisi air mineral bekal dari rumah. “Hmm, Alhamdulillah.. Akhirnya sampai juga di Semarang.” Ujarku dalam hati. Sejenak kupandangi sekelilingku, terlalu banyak orang yang berlalu-lalang dan sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Setelah merasa cukup untuk beristirahat, kembali kumengendarai sepeda motorku untuk melanjutkan perjalanan menuju kos-kosan yang letaknya tak jauh dari kampusku.

========================================================

Fathimah binti Muhammad, sebuah kos merah muda yang akan kutempati ini merupakan kos yang sangat islami. Dikelola sedemikian rupa, agar terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ternyata sudah ada teman-teman yang menempati kos itu.

“Assalamu’alaikum...” sapaku sambil mengetuk pintu, menunggu penghuni kos membukakan pintu.

“ ‘Alaikumussalam warohmatullah.. Afwan, dek siapa ya?” sesosok wanita anggun keluar membukakan pintu kos. Aku sedikit tertegun melihat sosoknya, wajahnya yang teduh mengaburkan pikiranku sejenak. “Afwan, dengan dek siapa ya?” akhwat anggun itu mengulangi lagi ucapannya barusan sambil menjabat tanganku.

“E.., eh.. afwan mb, saya Farah mahasiswa baru jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang akan ngekos di sini.” Aku sedikit salah tingkah dibuatnya.

“Oh, dek Farah Khairunnisa ya? Iya dek, silahkan masuk. Ini kamar adek, nanti tidurnya sama mbak ya..” sambil membawa tas bawaanku, akhwat itu mengantarkanku menuju kamar yang akan aku tempati. Dan ternyata aku satu kamar dengan mbak yang anggun ini, subhanallah...

“Oh iya dek, mbak sampai lupa. Nama mbak Shofiyyah Annisa Sholihah, tapi panggil aja mb Ica. Istirahat dulu sini dek, pasti capek kan naik motor dari rumah.” Mbak Ica mempersilahkanku duduk di sampingnya.

“Mbak jurusan apa?” aku mulai penasaran dengan sosok mb Ica ini, mengapa dia bisa terlihat seanggun ini. Wajahnya begitu cerah, ceria dan sangat menyenangkan.

“Mbak jurusan Bahasa Inggris program studi Pendidikan Bahasa Inggris. Kenapa dek, mau mbak ajarin Bahasa Inggris?” Mbak Ica begitu ramah padaku.

“Angkatan tahun berapa mbak? Hehe, boleh mbak. Kebetulan nggak bisa pelajaran Bahasa Inggris.” Aku nyengir kuda.

“Kelihatannya mbak angkatan tahun berapa? Jangan bilang gitu ah, bukannya tidak bisa tapi belum bisa.” Jawab mbak Ica terlihat santai saja.

“Pasti tahun 2009 ya mbak, selisih dua tahunlah sama aku. Sip mbak.” Aku berharap tebakanku benar, entah kenapa aku lebih senang kalau mbak Ica angkatan 2009.

“Tau aja dek, kenapa memang? Kelihatan masih muda ya..” tanya mbak Ica sedikit penasaran, sembari melontarkan candaan. Akupun larut dalam perbincangan menarik bersama mbak Ica.

Mbak Ica memang sosok akhwat yang luar biasa. Sejak hari pertamaku di kos ini aku merasa sangat nyaman, apalagi satu kamar dengan mbak Ica. Pasti pengetahuanku bertambah, tak hanya pengetahuan islam saja. Namun juga pengetahuan umum, karena Mbak Ica terlihat sangat cerdas. Mendekati sempurna menurutku, pasti banyak ikhwan yang menaruh hati padanya. Ups.., afwan mbak aku ngelantur.

========================================================

Tepat pukul 02.30 dini hari handphone mbak Ica berdering, ada pesan singkat masuk. Aku yang tidak sengaja ikut terbangun mengintip layar handphone mbak Ica. Memang tidak sopan, tapi aku penasaran siapa yang sms malam-malam gini. Apakah begitu penting hingga harus sms dini hari seperti ini. Kubaca layar handphone tersebut secara mengeja, karena cukup sulit juga ternyata untuk sembunyi-sembunyi melihat layar handphone mbak Ica, dari Yusuf “Assalamu’alaikum, mari kita memintal cinta bersamaNya. Semoga tidak terlewatkan, qiyamul lail malam ini.” Setelah membaca sms itu, aku pura-pura tidur karena mbak Ica melihatku. Perlahan mbak Ica membangunkanku, takut aku terganggu, padahal aku sedang tidak tertidur.

“Farah, bangun yuk. Sholat qiyamul lai berjamaah sama mbak dan temen-temen kos yang lain.” Mbak Ica membangunkanku secara perlahan hingga akupun terbangun.

“Iya mbak. Afwan mbak, kalau boleh tahu tadi hanphone mbak ada sms ya. Dari siapa? Kok malam-malam gini sms, penting ya?” tanyaku penasaran.

“Oh, tadi kamu terdengar ya? Itu dari akh Yusuf, sms sholat tahajud.” Jawab mb Ica datar.

“Kok yang sms ikhwan mbak? Hayo, pasti ada apa-apanya ini..” rasa penasaranku tak dapat kubendung, sambil kuselingi candaan kecil.

“Sudah, nggak usah mikir yang macam-macam. Kapan-kapan kamu juga tahu sendiri. Sudah, ayo ambil air wudhu.” Ajak mbak Ica.

Aku semakin penasaran dengan sosok akh Yusuf tadi, kok sms qiyamul lail ke akhwat sih. Wah, ada yang nggak beres nih..

“Farah, Rina, Tsania... ayo udah ditunggu nih.” Mbak Ica memanggil kami yang memang belum siap untuk segera sholat.

“Iya mbak...” bergegas kami menuju ruang tengah untuk melaksanakan sholat qiyamul lail berjamaah. Dini hari ini meninggalkan kenangan manis pertama sholat qiyamul lail bersama teman-teman satu kos. Sambil menunggu waktu subuh tiba, kami tilawah masing-masing. Ada yang duduk di sofa ruang tamu, ada yang di kamar bahkan ada pula yang masih tidak mau enyah dari ruang tengah ini. Lagi-lagi aku terpesona dengan lantunan ayat Al-Qur’an mbak Ica. Menurutku, dari semua penghuni kos, mbak Ica yang suaranya paling bisa menggetarkan hati. Subhanallah... Suasana ini sangat membekas dalam memoriku, kalau begini caranya bisa rajin ibadah nih aku. Alhamdulillah akhirnya adzan subuh berkumandang, genap setengah juz kuakhiri tilawah Al-Qur’anku.

“Ayo, sholat subuh sekalian. Tapi qobliyah dulu ya..” senyum mbak Ica menghiasi paras ayunya. Entah benar atau tidak, sepertinya aku memang sudah terhipnotis oleh semua yang dikatakan mbak Ica. Padahal ketika di rumah asalku, untuk sholat saja harus disuruh Ibu berkali-kali baru jalan. Tapi ini, mbak Ica benar-benar bisa mengubahku. Padahal belum genap satu hari aku berada di kos ini.

Setelah selesai sholat subuh, mbak Ica kembali menuntun kami untuk membuat lingkaran kecil. Apalagi yang akan kita lakukan ini, sholat sudah, ngaji juga sudah, aku berpikir dalam hati.

“Ayo, al-ma’tsuratnya dibuka. Kita membaca al-ma’tsurat bersama-sama.” Mbak Ica ternyata mengajak kami membaca dzikir al-ma’tsurat. Subhanallah...

“A’udzubillahi minasysyaithonirrojim bismillahirrohmanorrohim....” kami melantunkan al-matsurat bersama-sama. Aku benar-benar bisa larut dalam kekhusyu’an ini, alhamdulillah. Setelah dzikir al-ma’tsurat selesai, mbak Ica memulai perbincangan.

“Ukhti fillah, hari ini merupakan hari pertama kalian berada di kos ini pada semester ini bukan? Di sini kita semua adalah saudara, jadi apabila ada sesuatu jangan sungkan-sungkan untuk membicarakannya. Baik itu baik maupun buruk. Oleh karena itu, pagi ini sebelum kita mulai beraktifitas adakah yang ingin menyampaikan sesuatu?” tanya mbak Ica sambil memandang kami semua satu persatu dengan penuh kasih sayang. Kamipun dibuat salah tingkah olehnya, malah saling berpandangan satu dengan yang lain.

“Emm, kalau memang tidak ada yang perlu disampaikan baiklah. Selamat menempuh aktifitas di pagi ini. Untuk adik-adik semester I, Barokallah ya, semoga kalian senang berada dalam lingkungan ini.” Harapan mbak Ica memang tidak berlebihan.

Dalam hati aku berpikir, pasti akan senang berada di sini. Apalagi dalam lingkungan yang seperti ini. Aku pasti betah dan nyaman. Bismillah, aku menghela napas panjang.

“Satu lagi yang ingin mbak sampaikan. Bismillah.. izinkan mb Ica mencintai antum semua karena Allah.” Ucapan itu keluar begitu tulus dari hati. Aku bisa merasakannya.

Deg! Jantungku sepertinya berhenti berdegub. Aku berusaha memahami makna kalimat itu, sungguh kalimat yang indah. Ya, aku tak salah mendengarnya. Mbak Ica mengucapkan kalimat itu tanpa berharap mendapatkan balasan dari kita semua. Mbak Ica begitu yakin bahwa kami mengizinkannya. Aku izinkan kau mencintaiku karena Allah mbak, tanpa kau pinta. Izinkan pula aku mencintaimu karena Allah. Aku hanya bergumam dalam hati, tak berani kuutarakan pada mbak Ica. Sepertinya gengsiku mengalahkan semuanya. Tapi tak apalah, sejenak aku berpkir suatu saat nanti akan kuucapkan kalimat itu pada mbak Ica.

========================================================

Mentari mulai naik ke peraduannya, sebagian penghuni kos sudah mulai melangkahkan kakinya menuju kampus Universitas Negeri Semarang (UNNES). Tak ketinggalan, aku bersama Tsania yang tak lain adalah teman satu kosku yang juga satu program studi denganku melangkah menuju kampus Unnes. Kulihat jarum jam tanganku sudah menunjukkan pukul 06.30, langkah santai membawaku dan Tsania bercerita kesana-kemari. Saat memasuki gerbang kampus, sesosok laki-laki tampan lewat mengendarai sepeda motor hitam sambil memberikan salam kepada kami. Tsania menjawab salam tersebut, karena aku tak mengenalnya kujawab salamnya dengan lirih seraya mengamatinya. Sepertinya Tsania benar-benar mengenalnya,

“Siapa itu Tsan?” tanyaku penasaran.

“Oh, itu mas Yusuf. Ketua BEM FMIPA.” Jawab Tsania santai.

“Mas Yusuf?!” aku terkaget, sembari mengingat kejadian dini hari tadi. Sms yang dikirim ke handphone mbak Ica kan dari akh Yusuf. Apa itu yang dimaksud? Aku kembali penasaran.

“Iya, kamu kenapa sih Rah? Kok kaget gitu?” Tsania dibuat bingung oleh tingkah Farah.

“Nggak papa kok. Masnya itu kenal sama mbak Ica nggak sih?” aku mulai menyelediki sesuai dengan jalan pemikiranku.

“Ya pastinya kenal, mas Yusuf sama mbak Ica kan sama-sama pengurus UKKI (Unit Kegiatan Kerohanian Islam). Kamu itu kenapa sih? Udah biasa ajalah” sepertinya Tsania mulai malas dengan rentetan kalimat yang akan diucapkan Farah.

Sambil melangkah, aku terus berpikir dalam hati tentang mas Yusuf dan Mb Ica. Mas Yusuf, ketua BEM anak UKKI juga kok bisa, mbak Ica. Aaa.....!!! ingin rasanya aku menjerit, tidak paham dengan semua ini.

Seharian ini aku berpikir tentang apa hubungan sebenarnya antara mbak Ica dan mas Yusuf. Mbak Ica, akhwat yang sedemikian alim, santun dan anggun itu kenapa bisa berhubungan dengan mas Yusuf. Lagian, mas Yusuf itu kan ikhwan. Kok bisa sms mbak Ica. Wah, ada yang tidak beres ini. Pulang nanti akan kutanyakan hal ini pada mb Ica, tekadku.

...bersambung...

4 komentar:

  1. Wah...bagus cerpennya, cocok banget lah kalau masuk sastra Bahasa Indonesia, hehe...
    *eh, tapi ngomong2 ini kisah nyata atau fiktif ya? jadi penasaran :)

    BalasHapus
  2. sedikit membenarkan ya mas,
    yg bener itu Bahasa dan Sastra Indonesia, bukan Sastra Bahasa Indonesia :)
    santai mas, ini kisah fiktif kok. dicari ke belahan dunia manapun kisah ini nggak terjadi^^

    BalasHapus
  3. Oh...afwan, maklum jarang maen ke FBS sih...:D

    Wah...kirain kisah nyata, soalnya ngambil settingnya di Unnes, jadi kerasa kebawa ceritanya ^^

    BalasHapus
  4. makanya jgn berkutat di FMIPA trs, sekali-sekali main kemana gitu. apalagi FBS dpnnya mipa, mesti tiap pulang nglewatin kan..
    *emg iya??

    klo kisah nyata, kisah nyatanya siapa? klo aku nggak mungkin, org nggak ngekos. hehe..
    klo kebawa ceritanya, berarti aku berhasil (belum jg ding) membuat ceritanya. menurut pendekatan karya sastra, pada bagian mempengaruhi psikologi pembaca berhasil :D

    BalasHapus

Powered By Blogger