Bersama Kesulitan Ada Kemudahan

andai perjuangan ini mudah,pasti ramai menyertainya.. andai perjuangan ini singkat,pasti ramai yang istiqamah.. andai perjuangan ini menjanjikan kesenangan dunia,pasti ramai tertarik padanya.. tapi hakikat perjuangan bukan begitu,turun naiknya,sakit pedihnya,umpama kemanisan yang tak terhingga.. andai rebah,bangkitlah semula.. andai terluka,ingatlah janjiNya.. yakinkan dalam diri, bersama kesulitan ada kemudahan.

Kalimasada

Bersama mereka aku meniti tangga dakwah di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Rohis Kalimasada, Menapaki Asa Menuju Cita Mulia.

Linguabase

Aku menemukan cinta di sini. bahagia bersama pengusung dakwah di fakultasku tercinta, Fakultas Bahasa dan Seni. Menemukan saudara-saudara seperjuangan yang luar biasa.

KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia)

Semua rasa ada di KAMMI, aku mendapatkan semua pembelajaran dari KAMMI. Meski kredo KAMMI terlalu sempurna, tapi aku ingin berupaya untuk itu.. Kami adalah putra-putri kandung dakwah, akan beredar bersama dakwah ini kemanapun perginya..

Yang Bersabuk Dua

Julukan yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Asma' binti Abu Bakar. Aku ingin menjadi sosok seperti Asma' binti Abu Bakar, sosok muslimah tangguh yang cerdas dan berani.

Pages

Jumat, 27 Januari 2012

[copas] Resume Buku Judul buku : Komitmen Da'i Sejati Pengarang : Muhammad Abduh Penerbit : Terbitan Al-I'tishom Cahaya Umat tar




"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."
(QS. At Taubah: 41)

Assalamu’alaikum..
Dakwah merupakan jalan hidup yang membuat kita mulia dan menjadikan kita adalah salah seorang dari tentara Allah yang berjuang di jalanNya. Maka perlulah kit a berbangga dan tegar dalam jalan terjal ini. Dan aktivitas dakwah yang dilakukan oleh para da’i dan da’iyah itu merupakan bentuk sebuah kesadaran tentang peran mereka dan kita. mungkin kita memiliki aktifitas yang luar biasa. Tak hanya kegiatan yang diperuntukkan kepentingan pribadi namun kegiatan sosial bahkan dakwah mengisi hari-hari kita. begitulah waktu demi waktu, hari demi hari dilewati dengan aktifitas yang telah menyita waktu, pikiran, tenaga hingga materi.
Demikian adalah isi dari buku “Komirmen Da’i Sejati” yang merupakan sebuah bentuk susunan kata renungan :
• Jika komitmen terhadap dakwah benar-benar tulus…, maka tidak akan banyak da’i yang berguguran di tengah jalan. Dakwah akan terus melaju dengan mulus untuk meraih tujuan-tujuannya dan mampu memancangkan prinsip-prinsipnya dengan kokoh.
• Jika komitmen terhadap dakwah benar-benar tulus…, niscaya hati sekian banyak orang akan menjadi bersih, dan fenomena ingin menang sendiri saat berbeda pendapat, akan jarang terjadi.
• Jika komitmen da’i benar-benar tulus…, maka sikap toleran akan semarak, rasa saling mencintai akan merbak, hubungan persaudaraan semakin kuat, dan barisan para da’i akan menjadi bangunan yang berdiri kokoh dan saling menopang.
• Jika komitmen da’i benar-benar tulus…, maka dia tidak akan peduli saat ditempatkan di barisan depan atau belakang. Komitmennya tidak akan berubah ketika ia diangkat menjadi pemimpin yang berwenang mengeluarkan keputusan dan ditaati atau hanya sebagai jundi yang tidak dikenal atau tidak dihormati.
• Jika komitmennya benar-benar tulus…, maka

Rabu, 18 Januari 2012

[episode 7] Meletakkan Cinta



Udara masih terlalu sejuk untuk dirasakan, embun sepertinya enggan menetes pada dedaunan hijau. Matahari belum ingin menampakkan keangkuhannya. Hujan deras yang mengguyur semalam masih menyisakan tanah-tanah yang basah dengan aroma khasnya. Hari ini jadual masuk siang, sehingga lebih santai untuk pagi ini. Apalagi udara masih terasa menusuk tulang, rasa malas perlahan menyelimutiku.

“Farah.. kamu udah dapat info lolos beasiswa UKKI belum?” teriak Rina dari kamarnya yang letaknya selisih satu kamar denganku. Teriakannya tiba-tiba membuatku untuk semangat empat-lima dan bersegera meluncur ke kamar Rina. Rina yang sedang asyik duduk di depan laptopnya dikagetkan oleh kedatangan Farah yang secepat kilat sudah berada di sampingnya.

“Kamu udah dapat, Rin?” tanyaku dengan nada sedikit mengharap.

“Udah. Nih, barusan dapat sms dari anak UKKI kayaknya. Tapi sayang aku nggak lolos.” Rina menjawab dengan ekspresi datar sambil menyodorkan handphonenya ke aku.

“Aduh, kok aku nggak dapat sms apa-apa ya?” sambil membaca isi sms dari handphonenya Rina aku berharap-harap cemas.

“Santai aja, paling sebentar lagi kamu dapat sms pemberitahuan. Semoga aja lolos, habis itu ntar aku ditraktir ya..” Mata Rina tetap saja tidak lepas dari layar laptop di hadapannya.

“Apa hubungannya lolos sama traktiran? Kamu tuh lho, lagian dari tadi ngapain sih di depan laptop serius amat?” tanyaku penasaran pada Rina.

“Ya pokoknya adalah.. ini aku lagi lihat website kampus, kemungkinan ada info beasiswa lagi. Mungkin ada yang pas buat aku,” Rina menjelaskan.

“Hmm.. yaudah deh, aku balik ke kamar dulu ya. Semangat, Rin!” kulangkahkan kakiku keluar dari kamar Rina menuju kamarku kembali. Tepat saat kulangkahkan kakiku menuju kamar, handphoneku bergetar tanda satu sms masuk. Langsung saja kubuka sms itu, jantungku semakin berdegub kencang ketika melihat bahwa pengirim sms adalah sebuah nomor. Artinya, nomor tersebut tidak ada di kontak handphoneku. Pikirankupun dengan sendirinya melayang,

Senin, 16 Januari 2012

[episode 6] Meletakkan Cinta


“Assalamu’alaikum..” seseorang membuka pintu ruang tamu dan masuk ke dalam kos.

Aku sedikit menarik nafas lega, seakan beban yang kurasakan hilang seketika. Rina masuk sambil membawa tas merahnya langsung menghampiri aku dan mbak Lia yang sedang berbincang-bincang yang menurutnya asyik. Rina mengarahkan tangannya menuju makanan ringan yang berada di hadapanku dan mbak Lia.

Hap! Aku menahan tangannya untuk menyentuh makanan ringan di hadapan kami, “Cuci tangan dulu sana, seharian di kampus pulang-pulang langsung main ambil makanan gitu aja.” Pintaku padanya. Rina langsung mengerutkan wajahnya sambil membalikkan badan menuju keran air di dapur, secepat kilat mencuci tangannya dan bersegera menuju ke hadapanku dan mbak Lia lagi.

“Sudaaah...” teriaknya kecil sambil mengarahkan tangannya ke arah makanan ringan di hadapanku. Rina memang nampak seperti anak kecil, ah dia terlalu lugu. “Lagi pada ngomongin apa sih? Serius banget.” Belum selesai makanan ringan itu dikunyahnya, Rina melemparkan pertanyaannya barusan padaku.

“Ini lagi ngobrol sama mbak Lia,” aku menjawabnya sambil memandang wajah mbak Lia yang sedikit kecewa melihat kedatangan Rina yang menghambat pembicaraan kami berdua.

“Iya aku tau kalau kalian lagi ngobrol, yaudah aku ke kamar dulu ya. Mau bikin tugas Sejarah Sastra Lama nih. Aku ke kamar dulu ya mbak..” serunya pada mbak Lia, terlihat tangannya mengambil sejumlah makanan ringan.

Mbak Lia hanya tersenyum sekenanya pada Rina, berharap aku melanjutkan kalimatku yang sempat terpotong karena kedatangan Rina. “Gimana dek?” mbak Lia memulai perbincangan kita kembali.

Jumat, 13 Januari 2012

[episode 5] Meletakkan Cinta


“Saya juga dari Kudus ukh..”

“Oh, begitu ya akh..” tiba-tiba ada pesona tersendiri dibalik perkataan mas Yusuf barusan. Aku merasa lebih dekat dengannya. Mungkin karena aku dan dia sama-sama berasal dari daerah yang sama, berasal dari Kudus. Perbincangan kita tentang daerah asal kamipun sempat melenakanku. Apa lagi aku melihat sorot mata mbak Lia yang sedari tadi memandang kami berdua dengan pandangan yang berbeda. Dan sepertinya sorotan mata mbak Lia memberikanku isyarat untuk segera menghentikan pembicaraan antara aku dan mas Yusuf. Karena aku tak kunjung mengakhiri perbincangan kami akhirnya mbak Lia mengalihkan pembicaraan kita.

“Dek, habis ini ada agenda atau tidak?” mbak Lia nampak sedang memikirkan sesuatu.

“Nggak ada mbak, ada apa?” tanyaku penasaran.

“Mbak ingin silaturrahim ke kos anti, nanti mbak main ke kos ya..” jawab mbak Lia sambil tersenyum manis menatapku, sepertinya ada sesuatu yang ingin disampaikan mbak Lia kepadaku.

“Iya mbak, aku tunggu ya..” sambil mengangguk aku menjawab senyumnya yang manis itu.

“Insya Allah mbak nanti ke kos jam setengah lima, sekalian mau ketemu sama mbak Ica,” mbak Lia melanjutkan kalimatnya.

“Sip mbak, aku tunggu ya. Aku pamit dulu ya mbak, harus segera nyuci baju nih. Akh Yusuf, Farah pamit sekalian ya. Assalamu’alaikum,” sambil membawa tas ransel cokelatku, aku berjalan keluar dari sekretariat UKKI ini.

“Wa’alaikumussalam warohmatullah,” mbak Lia dan mas Yusuf menjawab hampir bersamaan.

==========================================================

Terdengar suara mesin motor memasuki pagar kos dan berhenti tepat di depan kos merah muda, Fathimah binti Muhammad. Aku baru teringat bahwa sore ini akan ada seseorang yang berkunjung ke kos ini, menemuiku.

“Assalamu’alaikum..” sapa mbak Lia sambil mengetuk pintu kos merah muda yang aku tempati.

[episode 4] Meletakkan Cinta


“Udah dikumpulin belum dek formulir pendaftaran beasiswanya?” Tanya mbak Ica

“Belum mbak, dikumpulin paling lambat kapan?” tanyaku sambil membereskan buku-buku kuliah yang berserakan di rak buku.

“Secepatnya dek, kalau bisa hari ini ya. Soalnya datanya harus segera diseleksi.” Jelas mbak Ica.

“Iya mbak, insya Allah. Ngumpulinnya dimana mbak?”

“Di PKMU bisa, di ruang kesekretariatan UKKI ya..”

“Kenapa nggak di mbak Ica aja?”

“Mbak hari ini ada agenda di luar kota yang harus segera diselesaikan. Jadi hari ini mbak nggak ke kampus dulu. Oh iya, berarti nanti malam mbak tinggal ya.” Senyum mbak Ica kepadaku. Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku, meski terasa berat.

Mbak Ica sibuk sekali, tapi yang kulihat tak ada lelah yang terukir pada keanggunannya. Ia tetap saja anggun dan bahkan masih sempat-sempatnya menanyakan kabar kami (penghuni kos) saat Ia tengah berada dalam kesibukannya. Akhwat yang luar biasa, aku ingin menjadi seperti sosok mbak Ica yang tiada lelah terukir pada wajahnya.

=============================================================

Matahari gagah menguasai siang ini, teriknya membuatku sedikit malas menuju ke PKMU. Apalagi hanya seorang diri untuk menyerahkan berkas-berkas formulir beasiswa ini. Sebelum menuju PKMU kuhadapkan diriku pada Sang Pemilik alam semesta. Kutunaikan kewajibanku untuk memadu kasih bersamaNya.

Kuparkirkan sepeda motorku di parkiran masjid. Nyamannya suasana masjid memang tak ada yang bisa menggantikan. Kumandang adzan menyerukan hambaNya untuk segera mendirikan kewajiban terhadapNya. Setelah meletakkan helm dan meletakkannya di kaca spion, kulangkahkan kakiku menuju tempat wudhu. Gemericik air wudhu mempertegas keyakinanku untuk bergegas mengambil air wudhu. Kuletakkan tas di loker yang tersedia di masjid ini. Tak sampai lima menit kulangkahkan kakiku menuju lantai tiga, dimana jamaah wanita berada.

Memadu kasih bersamaNya memang

[episode 3] Meletakkan Cinta


“Farah, ayo ke sini... udah ditunggu ” seru Tsania. Tapi tak ada jawaban dari kamar Farah. Dengan langkah sedikit dipercepat Tsania masuk ke kamar Farah, “Farah, kamu kenapa sih? Dipanggil kok nggak dijawab. Ayo cepetan, mbak Ica mau ada yang dibicarakan tuh. Penting kayaknya.” Sambil menarik lengan Farah, Tsania mengajak Farah menuju ruang tengah. Dengan langkah gontai Farah mengikuti Tsania.

“Farah kenapa?” tanya mbak Ica dengan senyuman termanisnya.

“Ah, nggak papa kok mbak. Cuma lagi males aja. Mbak Ica mau ngomongin apa?” jawab Farah malas-malasan. Padahal hatinya berdegub kencang, ia masih terpikirkan kejadian tadi siang antara dirinya, mbak Ica dan mas Yusuf.

“Baiklah kalau tidak apa-apa. Begini, tadi sore mbak barusan syuro beasiswa UKKI di PKM. Nah, mbak diamanahi untuk jadi koordinator fakultas untuk program beasiswa ini. Tiap fakultas mendapat kesempatan beasiswa 15 orang untuk mahasiswa semester awal. Kalian ada yang berminat tidak?” jelas mbak Ica.

Oh, jadi hanya akan membicarakan beasiswa itu. Sejenak kulepaskan pikiranku tentang kejadian tadi siang. Wah, beasiswa... aku mau juga ah, pikirku dalam hati.

“Kalau ada yang berminat, silahkan ndaftar ke mbak ya. Paling lambat Sabtu depan.” Lanjut mbak Ica.

“Syarat-syarat beasiswanya apa aja mbak?” sepertinya Rina berminat untuk mendapatkan beasiswa itu.

Rabu, 04 Januari 2012

[episode 2] Meletakkan Cinta



“Assalamu’alaikum...” aku masuk kos dengan tergesa-gesa langsung menuju kamar.

“Wa’alaikumussalam warohmatullah..” jawab seisi penghuni kos.

Untung mbak Ica di kamar, langsung aku tanya sajalah. Perlahan aku mendekati mbak Ica yang sedang merapikan rak bukunya. Kusapa lembut dengan senyum merekah semanis mungkin kepada mbak Ica, “Mbak Ica...”

“Iya dek, ada apa? Kangen sama mbak Ica ya pasti..” mbak Ica menggodaku.

Aku jadi semakin salah tingkah dibuatnya, sedikit kutekan daftar pertanyaan yang sudah siap di kepalaku untuk mencari tau apa sebenarnya yang terjadi antara mbak Ica dan mas Yusuf. “mbak Ica di kampus ikut apa aja?” aku mulai mengawali pertanyaanku secara perlahan, takut mbak Ica tahu apa yang akan kulakukan padanya.

“Ih, kamu tanya gitu aja serius amat sih dek. Mbak Cuma ikut kegiatan rohis aja kok, di rohis jurusan, rohis fakultas sama rohis universitas. Memangnya kenapa dek, kamu minat ikut rohis juga kan?” mbak Ica mulai sedikit promosi.

“Aku masuk Unnes ini juga pasti mau masuk rohis tujuannya, tapi aku juga pengen ikutan HIMA atau BEM gitu,” aku sedikit curhat pada mbak Ica.

“Bagus kalau gitu, memang dibutuhkan orang-orang kayak dek Farah untuk di HIMA atau di BEM,” saran mbak Ica.

“Kok bisa mbak? Memang aku ini kenapa?” malah aku yang dibuat penasaran oleh mbak Ica.

[episode 1] Meletakkan Cinta


Terik matahari begitu menyengat tubuhku, jilbab biru laut yang kukenakan sejak pagi tadi sudah mulai lusuh dengan hembusan angin dan debu yang mengiringi perjalananku menuju tempat dimana aku akan merantau. Semarang, menjadi kota pilihanku yang haus akan ilmu. Cukup jauh juga rupanya dari Kudus menuju Semarang dengan mengendarai kuda besi merahku, dua jam tanpa istirahat membuatku lelah. Sebelum sampai di kampusku, kusempatkan untuk istirahat sejenak di sebuah bangunan berwarna hijau yang sangat sejuk. Ya, dimana lagi kalau bukan di masjid. Tempat peristirahatan paling nyaman yang pernah kurasakan. Kuparkirkan sepeda motorku di halaman masjid, sambil menghela nafas panjang aku duduk dan mengambil sebuah botol kecil berisi air mineral bekal dari rumah. “Hmm, Alhamdulillah.. Akhirnya sampai juga di Semarang.” Ujarku dalam hati. Sejenak kupandangi sekelilingku, terlalu banyak orang yang berlalu-lalang dan sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Setelah merasa cukup untuk beristirahat, kembali kumengendarai sepeda motorku untuk melanjutkan perjalanan menuju kos-kosan yang letaknya tak jauh dari kampusku.

========================================================

Fathimah binti Muhammad, sebuah kos merah muda yang akan kutempati ini merupakan kos yang sangat islami. Dikelola sedemikian rupa, agar terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ternyata sudah ada teman-teman yang menempati kos itu.

“Assalamu’alaikum...” sapaku sambil mengetuk pintu,

Powered By Blogger