Pages

Rabu, 04 Januari 2012

[episode 2] Meletakkan Cinta



“Assalamu’alaikum...” aku masuk kos dengan tergesa-gesa langsung menuju kamar.

“Wa’alaikumussalam warohmatullah..” jawab seisi penghuni kos.

Untung mbak Ica di kamar, langsung aku tanya sajalah. Perlahan aku mendekati mbak Ica yang sedang merapikan rak bukunya. Kusapa lembut dengan senyum merekah semanis mungkin kepada mbak Ica, “Mbak Ica...”

“Iya dek, ada apa? Kangen sama mbak Ica ya pasti..” mbak Ica menggodaku.

Aku jadi semakin salah tingkah dibuatnya, sedikit kutekan daftar pertanyaan yang sudah siap di kepalaku untuk mencari tau apa sebenarnya yang terjadi antara mbak Ica dan mas Yusuf. “mbak Ica di kampus ikut apa aja?” aku mulai mengawali pertanyaanku secara perlahan, takut mbak Ica tahu apa yang akan kulakukan padanya.

“Ih, kamu tanya gitu aja serius amat sih dek. Mbak Cuma ikut kegiatan rohis aja kok, di rohis jurusan, rohis fakultas sama rohis universitas. Memangnya kenapa dek, kamu minat ikut rohis juga kan?” mbak Ica mulai sedikit promosi.

“Aku masuk Unnes ini juga pasti mau masuk rohis tujuannya, tapi aku juga pengen ikutan HIMA atau BEM gitu,” aku sedikit curhat pada mbak Ica.

“Bagus kalau gitu, memang dibutuhkan orang-orang kayak dek Farah untuk di HIMA atau di BEM,” saran mbak Ica.

“Kok bisa mbak? Memang aku ini kenapa?” malah aku yang dibuat penasaran oleh mbak Ica.

“Kamu kan orangnya supel, pas buat jadi anak hima atau bem.” Cetus mbak Ica.

“Mbak, kalau di UKKI itu ngapain aja sih?” pertanyaanku sedikit menjurus ke tujuan awal aku mengajak berbicara mbak Ica.

“Kalau di UKKI itu macam-macam dek, kan ada banyak departemen.”

“Terus mbak Ica di UKKI jadi apa?”

“Mbak di UKKI jadi anggota departemen kaderisasi.”

“Mas Yusuf pengurus UKKI juga ya mb?”

“Iya, memang kenapa? Kamu kenal mas Yusuf juga? Mas Yusuf juga di departemen kaderisasi sama kayak mbak.” ekspresi mbak Ica tetap saja datar, seperti tak terjadi apa-apa. Aku jadi bingung sendiri mau bilang apa ke mbak Ica.

“Nggak papa kok mbak, cuma mau tanya aja. Hehe, mbak Ica kenal mas Yusuf sejak kapan?” pertanyaanku semakin menjurus ke tujuan utamaku. Sebenernya aku tidak terlalu tega menanyakan hal ini pada mbak Ica. Tapi aku benar-benar penasaran dengan apa yang terjadi dengan mereka.

“Sejak kapan ya, sejak..,” belum sempat mbak Ica meneruskan bicaranya, tiba-tiba terdengar suara Aida memanggil mbak Ica.

“Mbak Ica, ada tamu tuh.” Suara Aida sedikit dipelankan dari biasanya.

“Siapa tamunya, Da?” tanya mbak Ica perlahan.

“Nggak tahu tuh mbak, ikhwan tapi..” Aida langsung pergi meninggalkan aku dan mbak Ica. Sambil membetulkan jilbab kaos cokelat mudanya, mbak Ica keluar kamar menuju ruang tamu. Karena rasa ingin tahuku sangat besar, aku mengikuti langkah mbak Ica perlahan-lahan. Ups, ternyata tamunya itu mas Yusuf.

“Assalamu’alaikum ukh,” salam mas Yusuf kepada mbak Ica.

“ ‘Alaikumussalam warohmatullahm, ada apa akh?” tanya mbak Ica tentang kedatangan akh Yusuf ke kos.

“Begini ukh, saya ingin memastikan tentang kesediaan anti menjadi...” belum selesai mas Yusuf melanjutkan pembicaraan, aku langsung nyelonong keluar menemui mbak Ica. Aku sangat khawatir dengan kelanjutan kalimat yang diucapkan oleh mas Yusuf, entah kenapa rasanya aku sangat tidak terima.

“Afwan mbak, mau ngganggu mbak Ica sebentar bisa?” sambil memandang sinis ke arah mas Yusuf aku berpikir apa yang seharusnya aku lakukan setelah ini.

“Iya bisa dek, ada apa?” tanya mbak Ica.

“Nanti aja deh, nunggu mbak Ica sama masnya selesai ngobrol” padahal aku hanya ingin memastikan apa sebenarnya yang sedang mereka bicarakan.

“Oh, yasudah. Sini duduk nungguin mbak ya. Afwan akh, silahkan dilanjutkan pembicaraan kita tadi.” Mbak Ica mempersilahkan mas Yusuf kembali melanjutkan perbincangan.

“Sebenernya ini masih rahasia ukh, apalagi untuk adeknya.. emm, siapa namanya?” tanya mas Yusuf malu-malu.

“Oh iya, hampir lupa dikenalin. Akh Yusuf, ini Farah adek kos baru di sini. Farah, ini akh Yusuf. Yang tadi malam sms qiyamul lail itu.” Mbak Ica menjelaskan.

“Iya, Farah. Tapi nggak apa-apa deh Farah tahu duluan. Jadi begini ukh Ica, saya di sini ingin memastikan kesediaan anti untuk jadi koordinator panitia beasiswa UKKI di fakultas anti. Bagaimana ukh?” mas Yusuf menjelaskan sambil memandang ke pagar kos.

Hah?! Koordinator beasiswa UKKI di fakultasku, aku jadi merasa bersalah pada mbak Ica karena udah berprasangka buruk terhadap mbak Ica, pun pada mas Yusuf.

“Iya, insya Allah saya siap. Diagendakan kapan itu akh?” mbak Ica menyambut pertanyaan mas Yusuf.

“Sore ini ada syuro koordinator fakultas di PKM, ukh. Afwan, saya izin ada agenda lain sehingga tidak bisa mengikuti syuro sore ini.” Lanjut mas Yusuf.

“Baik akh, insya Allah” jawab mbak Ica.

“Afwan mas, mau tanya boleh?” aku benar-benar sudah tidak bisa menahan pertanyaanku yang satu ini.

“Iya dek, silahkan. Ada apa?” tanya mas Yusuf kepadaku.

“Mas Yusuf kok sms akhwat untuk qiyamul lail sih?”

“iya, itu merupakan salah satu program kerja kaderisasi dek. Jadi saya mengirimnya ke semua pengurus UKKI.” Mas Yusuf menjelaskan.

Astaghfirullah, berarti dugaanku benar-benar salah. “Oh, gitu. Yaudah, afwan ya mas..” ujarku sambil masuk ke dalam kos.

Mas Yusuf dan mbak Ica yang melihatku hanya diam terpaku, hingga tak lama kemudian mas Yusuf meninggalkan kos Fathimah ini.

? ? ?

Seusai sholat isya berjamaah, mbak Ica mengumpulkan kami semua di ruang tengah. Sepertinya hal yang ingin disampaikan mbak Ica sangat penting. Tapi kali ini rasanya aku enggan bergabung di ruang tengah. Aku masih malu tentang kejadian siang tadi kepada mbak Ica. Akhirnya kuputuskan untuk tetap berada di kamar ini.

“Farah, ayo ke sini... udah ditunggu ”


...bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger