Pages

Selasa, 20 Maret 2012

[episode 14] Meletakkan Cinta


“Sebenarnya idenya biasa aja sih dek, sama dengan kebanyakan ikhwan atau akhwat lain kalau yang bermasalah. Kita laporkan ke murobbinya aja, gimana?”

“Memang mbak Ica tahu siapa murobbinya akh Yusuf?” tanyaku sambil menyeka air mataku yang mulai bisa kutahan.

“Kalau itu masalah gampang, dek. Banyak jalan menuju Roma, iya nggak anak Bahasa Indonesia..” mbak Ica paling bisa menghiburku. Dan aku hanya mengangguk perlahan, tanda setuju terhadap ide yang dicetuskan mbak Ica. Dan menurutku memang jalan ini sangat tepat. Kalau memang akh Yusuf itu ‘ikhwan beneran’, iya pasti akan sangat memperhatikan nasihat murobbinya.

===

Belum genap satu minggu mbak Ica sudah mendapatkan info tentang murobbi akh Yusuf dan juga sudah melaporkan hal ini kepada murobbinya tersebut. Entah bagaimana caranya, yang jelas mbak Ica sudah menyelesaikan masalah ini ke murobbi akh Yusuf.

“Alhamdulillah dek, tugas mbak untuk pemberitahuan ke murobbi akh Yusuf sudah beres. Tinggal kita menunggu reaksinya aja.” Ucap mbak Ica mengawali pembicaraan kami.

“Cepet banget mbak.. Siap mbakku sayang, setelah ada aksi kita tinggal nunggu reaksinya aja ya. Kayak pelajaran Fisika waktu SMA dulu aja.” Aku tersenyum pada mbak Ica.

“Tugas apa lagi yang siap saya terima nyonya?” Mbak Ica membalas senyumanku dengan senyuman yang lebih manis.

“Mbak Ica jangan kayak gitu dong, aku jadi gimana gitu..”

“Gimana kenapa dek? Kan mbak siap melaksanakan amanah apa aja, selama itu nggak melanggar syariat agama, iya nggak...?”

“Iya, iya mbak Ica cantiiiiiiikkk...” rasanya aku ingin sekali menggoda mbak Ica.

===

Ternyata respon yang ditimbulkan akh Yusuf kepadaku tidak seperti yang kuduga. Tiba-tiba di pagi hari sebelum aku berangkat ke kampus, sebuah sms dari akh Yusuf mampir ke hpku. Sms yang benar-benar tak kukira sebelumnya.

Assalamu’alaikum, ukhti. Afwan sebelumnya, maksud anti sebenarnya apa? Bagaimana ceritanya murobbi saya sampai mengetahui tentang sms yang pernah saya kirimkan ke anti? Kalau memang anti merasa tidak nyaman dengan sms saya, mengapa tidak langsung dikomunikasikan dengan saya? Syukron.”

Sms yang begitu tegas dan justru membuatku merasa sangat bersalah kepada akh Yusuf, dan tiba-tiba air mataku kembali menetes di saat aku sudah siap untuk berangkat ke kampus. Aku yang sebelumnya sudah sangat semangat untuk berangkat ke kampus, tiba-tiba saja semangat itu perlahan runtuh. Dan aku melangkahkan kakiku dengan gontai menuju kampus.

Kutapaki jalanan gang sempit gang Kanthil di belakang fakultasku yang menurun. Hanya kupandangi beberapa kerikil yang berserakan di sepanjang jalan. Dan hatiku semakin tak karuan. Andilau kata orang bilang, antara dilema dan galau. Perasaanku terus bergemuruh, berkecamuk tak menentu arah dan tujuan. Ya Allah... apa yang harus aku lakukan? Berikan aku petunjukMu, Rabbi..

===

“Pengumuman, hari ini mata kuliah Sejarah Sastra Lama diganti tugas dikumpulkan minggu depan, dosennya lagi di luar kota.” Tegas komting kelasku.

Ah, lagi-lagi kuliahnya kosong. Tapi nampaknya ini saat yang tepat untuk aku mengadu semuanya pada Yang Maha Membolak-balikkan Hati. Akhirnya kuputuskan untuk menuju masjid kampus yang tak jauh dari gedung kuliahku. Aku keluar terakhir diantara teman-temanku yang lainnya. Aku tak ingin mereka curiga dengan apa yang sedang terjadi padaku bahkan sahabatku sendiri, Rina.

===

Masjid kampus selalu saja sepi di pagi hari seperti ini. Entah memang banyak mahasiswa yang kuliah pagi, atau pergi ke masjid jam segini terlalu pagi bagi mereka.

Kuletakkan tasku di bawah tangga dan bergegas menuju tempat wudhu untuk mengambil air wudhu, merasakan segarnya air membasuh muka ini. Dan aku sudah terlalu rindu memadu kasih bersamaNya.

Kugelar sajadah cintaku, mengenakan mukena warna ungu kesukaanku dan mulai menundukkan wajah pada

sujudku. Akupun mulai berkonsentrasi bertakbir lirih mendirikan empat rokaat sunnah dhuha.

“Illahi Rabbi, hanya kepadaMu aku meminta dan hanya kepadaMu-lah aku memohon pertolongan. Tunjukkanlah bahwa yang benar itu benar ada berikan aku kemudahan untuk bersamanya, dan tunjukkanlah bahwa yang salah itu memang salah dan berikan aku kekuatan untuk menjauhinya. Ya Allah, Engkau maha mengetahui hati hambaMu ini......” aku terus mengadu setiap apa yang kurasakan padaNya. Tak hanya mengadu, aku juga memuja asmaNya dan meminta padaNya. Dan Allah pasti menjawab setiap do’a hambaNya, bukan dengan ‘ya’ tapi dengan yang ‘terbaik’. Dan aku hanya percaya padaNya.

Setelah itu, kulantunkan ayat suci Al-Qur’an sembari menanti kuliah berikutnya. Larut dalam membaca surat cintaNya membuat hatiku semakin bertambah tenang. Tak hanya hatiku yang semakin sejuk, namun pikiranku juga menjadi tenteram.

===

Sebelum memulai mata kuliah berikutnya, kubalas sms dari akh Yusuf. “Wa’alaikumussalam warohmatullah. Afwan apabila antum tidak berkenan dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah ini. Bukannya saya merasa tidak nyaman, tapi bukankah lebih baik apabila hal ini dibahas oleh pihak-pihak yang berhak membahasnya.”

...bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger