Pages

Rabu, 08 Februari 2012

[episode 8] Meletakkan Cinta


“Mari masuk ukh,” ajak akh Yusuf kepadaku. Mas Yusuf melangkahkan kakinya dengan terburu-buru memasuki PKMU, aku yang mengikuti langkah kakinya dari belakang hanya bisa memperhatikannya saja sambil berjalan menunduk.

“Afwan dek, saya terburu-buru. Jadi langkahnya agak saya percepat.” Kalimat yang diujarkan dari akh Yusuf mengagetkanku yang sedang memperhatikan langkahnya. Kelihatannya akh Yusuf tahu bahwa aku tengah memperhatikannya.

“Oh, iya akh.” Aku berusaha mengalihkan pandanganku ke sebuah papan di dalam PKMU ini. Nampak sekali bahwa aku dibuat salah tingkah olehnya. Aku juga heran, kenapa aku bisa menjadi seperti ini. Kuusir bayang-bayang yang ada dalam lamunanku sejauh mungkin.

Setelah sampai di PKMU, seorang akhwat dengan seyuman manisnya mendekatiku dan mengarahkan apa yang harus aku lakukan. Setelah mengisi presensi kehadiran, aku diarahkan duduk di sebuah kursi kosong agak depan karena memang bagian itu belum ada yang menempati.

Kupandangi seisi ruangan PKMU, dari deretan akhwat yang kuamati tak ada satupun yang kukenal. Hanya beberapa mbak-mbak pengurus yang wajahnya tak asing bagiku, meskipun aku juga tak mengenalnya. Kusapa teman yang berada di samping kiriku, mengajaknya berkenalan sambil mendengarkan pewara yang sedang membuka acara.

“Assalamu’alaikum,” sapaku lembut.

“Wa’alaikumussalam warohmatullah,” senyumnya terukir manis di wajahnya. Nampaknya tak asing melihat mahasiswa baru ini di sampingku ini, gumamku dalam hati.

“Kayaknya pernah tau ya?” tanyaku padanya.

“Iya, kayaknya. Aku juga lupa, hehe. Namamu siapa? Aku Yasmin, mahasiswa Bahasa Jepang semester satu.” Jawabnya sambil mengingat-ingat sesuatu.

“Oh iya, kita yang pernah ketemu waktu verifikasi data mahasiswa baru itu ya? Aku Farah, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia, semester satu juga.” Jawabku menyakinkannya.

“Oh iya, aku ingat sekarang.” Dia menghadapkan sedikit badannya dan menatapku.


“Yaudah, nanti kita lanjutin obrolan kita lagi ya.” Ajakku untuk kembali memperhatikan pengarahan yang diberikan pihak panitia.

Kami kembali memperhatikan pengarahan dari panitia beasiswa ini. Sedikit membosankan menurutku, apalagi semua rangkaian acara disampaikan dengan cara yang monoton. Tak ada variasinya. Kucatat beberapa hal-hal yang kuanggap penting yang disampaikan. Kulihat jarum jam tanganku, sudah menunjukkan pukul 17.00. Ah, lama sekali pengarahannya. Kupandangi sekelilingku, nampaknya seisi ruangan juga sudah mulai bosan dengan pengarahan yang diberikan. Terlihat ada yang sibuk ngobrol sendiri bahkan ada yang sibuk dengan hpnya, entah itu smsan atau facebookan update status mungkin ya. Aku malah terhibur dengan tingkah laku aneh orang-orang di sekelilingku ini.

“Baiklah, kita tutup acara ini dengan membaca hamdalah, istighfar dan do’a penutup majelis," kalimat pewara yang terakhir ini membuatku kembali bersemangat. Tandanya setelah ini saatnya kembali ke kos.

Setelah acara selesai, Aku dan Yasmin berbincang-bincang sejenak di dalam PKMU. “Kamu aslinya mana?” aku memulai melanjutkan perbincangan kami.

“Aku dari Kudus, kamu?”

“Wah, kita sama berarti. Aku juga dari Kudus. Kamu ngekos dimana?”

“Di Aisyah, belakang FBS. Deketnya laundry itu lho..”

“Oh iya iya, aku tau. Kok kamu milih Unnes untuk kamu kuliah sih?”

“Iya, soalnya aku tahu infonya cuma Unnes. Lagian kakakku juga anak Unnes, jadi yaudah sekalian aja”

“Kakakmu kuliah di sini juga? Fakultas apa, semester berapa?”

“Iya, di FMIPA. Semester lima. Dia anak UKKi juga kok.”

“Akhwat?”

“Enggak, ikhwan. Namanya mas Yusuf,” mataku terbelalak mendengar kalimat terakhir dari mulut Yasmin.

“Akh Yusuf, ketua BEM FMIPA itu?!” tanyaku meyakinkan.

“Iya, mas Yusuf yang itu. Memang kenapa?” nampaknya nada Yasmin lebih meyakinkan apa yang dikatakannya.

“Oh, nggak papa. Yaudah aku pamit dulu ya. Mau bareng?”

“Enggak, aku nanti pulang sama mbak Riska aja. Jazakillah ya, hati-hati.”

“Iya, sama-sama. Assalamu’alaikum,” setelah menjabat tangannya, aku melangkah keluar menuju tampat parkir.

“Mbak Ica, akh Yusuf punya adik yang kuliah di sini juga ya?” tanyaku pada mbak Ica yang sedang mengerjakan tugas kuliahnya.

“Iya dek, sayang. Memangnya kenapa? Kok tiba-tiba kamu tanya tentang akh Yusuf gitu.” Tangan mbak Ica masih saja menggerakkan pena yang ada di tangannya, menggoreskan beberapa kalimat di kertas tugasnya.

“Ah, nggak papa kok mbak.”

“Adiknya anak FBS juga kok, tapi Bahasa Jepang. Jadi gedungnya agak jauh sama gedung kita yang depan belakang.” Mbak Ica melanjutkan kalimatnya.

“Iya mbak, aku juga baru tahu tadi. Ketemu di PKMU waktu pengarahan beasiswa.”

“Adiknya akh Yusuf dapat beasiswa juga?” kali ini mbak Ica menatapku dan menghentikan goresan penanya.

“Iya mbak, memang kenapa?” aku gantian menjawab datar pertanyaan mbak Ica itu.

“Nggak papa, aneh aja gitu. Yaudah deh, sana belajar. Dari tadi yang dipegang hp melulu.” Mbak Ica tersenyum sambil menepuk pipiku lembut.

“Iya iya, mbak Ica yang cantik...” kugoda mbak Ica sambil meletakkan hp dan menggantikannya dengan handout Linguistik Umum di pangkuanku. Mbak Ica hanya membalas dengan senyuman khasnya yang manis itu.

Belum lama aku meletakkan hpku, tiba-tiba hpku bergetar satu sms masuk. Kubuka perlahan-lahan. Ternyata sms dari akh Yusuf, sms apa malam-malam begini. Meskipun malam belum terlalu larut, tapi tetap aneh rasanya bagiku.

Hati adalah bagian dalam dari seseorang. Ia adalah biang dari apa yang dikeluarkan manusia. Jika hati bersih, akan ada sebuah kekuatan dan pancaran yang istimewa dari wajah kita. Siapapun ia, orang yang tidak tampan, tidak cantik, hitam, putih, kurus, gemuk, pendek, cacat, normal atau apapun, kesehatan hati akan terlihat dari pancaran wajah seseorang. Tiap orang yang melihatnya akan mengalami kesejukan, kenyamanan, keindahan bahkan keimanan. Itulah mengapa sahabat yang baik adalah sahabat yang memancarkan keimanan dan membuat sahabatnya mengingat Allah. Keep Hamasah!”

Irama jantungku tiba-tiba menjadi lebih cepat saat dan setelah membaca isi sms ini, aku melirik hp mbak Ica yang berada tak jauh dariku. Tapi hp mbak Ica layarnya gelap, artinya tak ada sms yang masuk ke hp mbak Ica.

Kualihkan perhatianku pada handout Linguistik Umum yang sedari tadi tak kubuka. Perlahan kubuka lembar demi lembar handout ini, perlahan-lahan pula aku kembali mengingat sms yang baru saja aku dapat. Aku merasa, apakah reaksiku terlalu berlebihan setelah menerima sms dari akh Yusuf. Atau memang perasaanku ini benar.

...bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger