Sabtu, 26 Juli 2014
Aku Rindu Dakwah Sekolah...
Kemarin malam ketika hendak mengambil sebuah
jahitan di tukang jahit dekat rumah, tiba-tiba aku bertemu dengan seorang kakak
kelasku di SMA yang juga pernah menjabat sebagai ketua rohis di SMAku, SMA Negeri 2 Semarang. Obrolan singkat
pun terjadi walaupun hanya beberapa kalimat. Namun ada sebuah pertanyaan yang dilontarkannya padaku cukup
menohokku dan membuatku benar-benar terngiang di benakku sampai detik ini, “kok nggak pernah kelihatan di
kegiatan syiar lagi?” dan aku tak bisa menjawab pertanyaan itu sejujurnya. Aku
tak ingin memberikan alasan karena kesibukanku di kampus sehingga aku jarang
atau bahkan kini tidak pernah lagi aktif dalam kegiatan syiar smanda.
Syiar Smanda merupakan kependekan dari Silaturahmi
Ikatan Alumni Rohis SMA Negeri 2 Semarang. Organisasi ini merupakan organisasi
yang beranggotakan seluruh alumni rohis SMAku, sedangkan untuk kepengurusannya
dikelola oleh alumni rohis yang masih berdomisili dan kuliah atau kerja di Semarang dan tentunya bersedia menjadi pengurus.
Selain sebagai wadah silaturahmi alumni rohis SMA 2 Semarang, Syiar hadir
sebagai jembatan antara pengurus rohis SMA 2 Semarang dengan dunia luar (masyarakat)
dan juga sebagai pengelola Aktivis Dakwah Sekolah (ADS) di SMAku ini, sehingga
aktivis Syiar juga biasa disebut sebagai Aktivis Dakwah Sekolah meskipun sudah
purna sebagai seorang siswa SMA.
Ah, tiba-tiba aku begitu rindu berkecimpung lagi
di dakwah sekolah. Aku rindu dengan teman-temanku di rohis SMA, aku rindu
menjalin komunikasi dengan guru-guru SMAku berkaitan dengan lembaga keislaman
ini. Ah, banyak sekali rupanya yang kurindukan. Dua tahun menjadi pengurus
Syiar nampaknya tak berpengaruh apa-apa bagiku, aku sama sekali tidak banyak
berkontribusi di Syiar ini. Mungkin bisa dikatakan aku adalah pengurus yang
non-aktif, bahkan isu yang beredar aku dinyatakan keluar dari kepengurusan
Syiar (apa karena aku nggak pernah muncul sama sekali ya, hehe). Apakah aku terlalu
egois memikirkan amanahku di kampus, sehingga amanahku di Syiar sering
terlupakan. Padahal aku masih berdomisili dan kuliah di Semarang. Tapi kapan kuluangkan waktuku untuk Syiar? Bahkan menjadi PJ SMS ukhuwah saja jarang kulaksanakan. Sampai-sampai
kadep departemenku di Syiar harus sering-sering mengingatkan, mungkin juga
beliau kesal denganku (afwan ya, mas :D).
Memoriku akan dakwah sekolah tiba-tiba memenuhi
pikiranku. Kegiatan Isra’ Mi’raj, Doa Bersama, Idul Adha, Mocha (Moslem Choice
Award), Pengumpulan zakat, Buka Bersama, Tarawih Berjamaah, AMT (Achievement
Motivation Training), Tralis (Training of Leadership for Islamic Student), Karisma
(Kajian Rohis Smanda), Musyum (Musyawarah Umum), Re-organisasi, Raker, Kajian
Kemuslimahan, Bakti Masjid, Bakti Sosial, lomba-lomba, bikin mading, bikin
majalah, bikin buletin, ngaji bareng, belajar bareng dan masih banyak lagi
kegiatan-kegiatan yang pernah aku lakukan bersama teman-temanku di rohis ini
a.k.a Roker Smanda (Rohis Keren SMA Negeri 2 Semarang), mengukir ukhuwah
bersama mereka. Banyak sekali kenangan indah bersama rohis smanda ini...
Dakwah sekolah dan dakwah kampus memang sangat
berbeda, karena di dakwah sekolah masih majemuk. Sehingga perbedaan-perbedaan
tidak terlalu tampak seperti di kampus. Hal inilah yang membuatku benar-benar
rindu kembali pada dakwah sekolah. Bersama mereka ingin berusaha untuk kembali
pada dakwah sekolah, ingin kembali menyempatkan diri fokus pada dakwah sekolah.
Dakwah sekolah, aku merindukanmu...
Masih bolehkah aku kembali padamu?
Dalam dekapan ukhuwah, bersama kalian...
sahabat-sahabatku...Sabtu, 12 Juli 2014
Surat Cinta Mutarabbiku
Semarang, 11 Juli 2014
Tepat setelah waktu berbuka, senja itu.. ketika
acara buka bersama rohis fakultas di kampus usai tiba-tiba seseorang
menghampiriku. “Ma, ada titipan surat
untukmu..”. “Dari?” tanyaku. Ia
pun menyerahkan surat itu padaku sambil berbisik, “Dari anakmu..”. Aku hanya mengernyitkan dahi dan menerima sepucuk
surat itu. Di depan surat itu tertulis “Untuk: Mbak Asma.” Aku terdiam,
berpikir, surat dari siapa ini..
Sesampainya di kos kubuka surat tersebut. Tertulis
Untuk: Murabbiku... tulisan itu
mengawali isi surat yang aku terima. Aku menghela napas panjang, bismillah..
ada apa gerangan, hal apa yang akan disampaikan oleh salah satu adik binaanku
ini kepadaku, sampai-sampai ia harus menulis sebuah surat untukku?
Dan aku membacanya perlahan, memaknai setiap kata yang ia torehkan pada secarik kertas putih itu. Rasa haru menyelimutiku, sungguh aku ingin menangis, menitikkan air mata. Isi surat yang membuatku ingin kembali seperti sedia kala. Sejujurnya, aku memang tengah kecewa padanya, kecewa karena ia menghindar dari sebuah proses yang seharusnya ia jalani. Ketika itu, hampir satu bulan yang lalu aku pernah benar-benar bersikap tegas padanya, bukan marah, hanya sekadar ingin membuka jalan pikirannya, membuka hatinya, menjelaskan padanya. Aku tak tahu apakah ia menangis dan marah padaku atau tidak. Yang jelas, setelah aku bersikap tegas padanya dan aku pergi meninggalkannya aku menangis. Hatiku tak pernah sesesak ini, perih. Aku memang tak pernah marah pada seorang adik, apalagi adik binaanku. Apabila aku sedang kesal pada seseorang, aku akan meninggalkannya sejenak, hingga aku kembali tenang dan kembali seperti sedia kala. Namun yang terjadi pada saat itu, aku tak ingin meninggalkannya, aku ingin memberikan penjelasan dan aku memberikan pilihan padanya terlebih dahulu hingga akhirnya hatiku tak sanggup dan aku pergi meninggalkannya, aku menangis, aku merasa gagal membina seorang adik yang sudah kubidik sejak awal bertemu dengannya. Hingga aku mengatakan padanya, aku tak akan memaksamu lagi.. pada saat itu aku menyerah.
Hingga surat ini ia kirimkan, aku merasa komunikasi kita memang belum lancar seperti sedia kala meskipun ia berada satu amanah denganku. Ia tak meminta untuk liqo lagi, ia tak menghubungiku untuk itu. Aku membiarkannya, seperti pernyataanku padanya, aku tak akan memaksamu lagi. Aku hanya ingin diam untuk saat ini, tidak ingin memaksa lagi. Padahal berbagai rencana besar jangka panjang sudah kupersiapkan untuknya, namun ia tak ingin melakukan proses itu.
Sepucuk surat itu berisikan kesan awal ia mengenalku, perjalanannya selama hampir dua tahun ini mengenalku di jalan dakwah ini, dan permohonan maafnya padaku. Kata-katanya sederhana, namun sangat menyentuh relung hatiku.
Beberapa kalimat terakhir yang ia tuliskan pada sepucuk surat itu yang membuatku ingin membuka hatiku lagi padanya... sungguh, aku ingin memaafkanmu..
“...aku minta maaf mbak, jika
hati mbak Asma terluka. Aku rindu mbak Asma insya Allah karena Allah, aku masih ingin belajar dari mbak Asma. Belajar menjadi kader dakwah yang
tangguh dan istiqomah. Belajar seutuhnya mencintai dakwah, memberikan harta,
jiwa dan raga untuk dakwah. Aku ingin melihat senyum mbak Asma lagi. Aku ingin memperbaiki diri.”
Yaa Rabb, apakah aku bisa ikhlas atas semua ini?
Yaa Rabb, apakah aku masih pantas dianggap sebagai
sosok “mbak” yang bisa memberikan keteladanan bagi adik-adikku?
Yaa Rabb, apakah aku masih mampu mengemban amanah
ini?
Yaa Rabb, aku tak mampu tanpaMu...
Rasanya sungguh ingin kembali seperti sedia kala,
teruntai senyum untuk adik-adikku. Memaafkan memang bukan hal yang mudah, tapi
aku ingin berusaha untuk itu. Aku ingin
mengobati perih yang tergores di hatiku. Aku ingin mengobati kekecewaan yang
bersemayam di kalbu. Aku tak ingin ada yang tersakiti, aku tak ingin ada yang
terluka. Afwan, belum bisa menjadi mbak baik yang untukmu...
Yaa Allah, lapangkanlah hatiku untuk bisa kembali
seperti sedia kala..
Yaa Allah, bukakan kalbuku untuk mengikhlaskan
semuanya...
Yaa Allah, bimbinglah aku dan adikku ini untuk
mampu tegar dan bertahan di jalan dakwah ini, hingga tiada lagi lelah apalagi
menyerah..
Yaa Allah, lindungilah kami...
Selasa, 08 Juli 2014
diam
Diam..
Kini sedang mencoba untuk diam dan lebih banyak
mendengar.
Bukan karena tak ingin berbicara, hanya sedang
ingin lebih merasakan menjadi pendengar.
Bukan tidak ingin menjadi aktif, tapi sedang ingin
memberi kesempatan pada yang lain.
Bukan karena tak punya pendapat, aku sedang ingin
mendengar pendapat yang lain.
Diam.. seribu bahasa
Tak sekadar diam secara verbal, namun juga diam
dalam tindakan.
Bukan tak mau tau, tapi ingin mengenal mereka
lebih dekat..mengamati
Bukan tak punya keinginan, tapi menahan hingga
mereka bertindak
ya, aku terdiam
Diam.. diam
Sedang ingin terdiam..
Ingin melihat sejauh mana kepekaan dan tanggung
jawabnya, kamu.. mereka
maaf,
Langganan:
Postingan (Atom)