Jumat, 03 Oktober 2014
Euforia PPL Dekat Rumah
Semester 7, taraaa.... saatnya PPL!
Alhamdulillah tak terasa kini sudah menginjak
semester 7, yang katanya sudah memasuki semester t*a -_-
Ya, kini aku sudah memasuki semester 7, sehingga
mau tidak mau harus mengikuti PPL sebagai sarana latihan mengajar untuk
menunjang proses pembelajaran mahasiswa program studi pendidikan. Begitu pula
denganku, menjadi mahasiswa PPL Bahasa dan Sastra Indonesia.
Aku kini sedang menempuh PPL (Praktik Pengalaman
Lapangan) di sebuah SMP negeri yang letaknya cukup sangat dekat dengan
rumahku. Aku memang sengaja memilih sekolah yang jaraknya lebih dekat, supaya
lebih terjangkau. Hingga akhirnya banyak kisah yang kualami antara muridku dan
rumahku yang dekat dengan sekolah.
#Kisah_1
Hampir semua murid-murid yang kuajar tau dimana rumahku..
Jadinya agak salting sendiri kalau ada murid yang
lewat di depan rumah. Apalagi sambil mereka memanggil, “bu Asma....”
Berasa anak kecil yang dipanggil temennya buat
diajak main :D
#Kisah_2
Mereka yang notabenenya nggak tau rumahku jadi
pada kepo.. jadinya pas ngajar, mereka menyerangku dengan berbagai pertanyaan
yang berkaitan dengan rumahku -_-
“Bu, rumahnya ndak yang warna hijau itu?”
“Bu, rumahnya yang di pojokan itu kan?”
“Bu, sama SD 04 itu rumahnya yang sebelah mana?”
“Bu, rumahnya kok deket banget to?”
“Bu, tinggal di sana sejak kapan?”
Dan aku hanya bisa menjawab dengan senyuman,
karena mereka menghujaniku dengan pertanyaan-pertanyaan itu berkali-kali. Jadi,
hampir setiap bertemu mereka pertanyaannya masih sejenis. Padahal dulu pas
awal-awal ngajar udah pernah tak jawab semua pertanyaan itu..
#Kisah_3
Muridku mengenalku sejak dia SD.. mungkin saja
kita cukup familiar dengan orang
karena kita cukup sering melihatnya, meskipun tidak mengenalnya. Nah, ternyata
ini yang dialami muridku padaku.
Tiba-tiba di tengah proses pembelajaran ada murid
yang bertanya tentang rumahku (lagi), kira-kira begini obrolan kecil kami,
“Bu, rumahnya yang di pojok pertigaan itu kan?”
“Iya, mbak. Kenapa?” kujawab pertanyaan tersebut seperti
biasa, datar..
“Yang warnanya hijau itu kan, Bu?” dia masih
melanjutkan pertanyaannya.
“Iya. Ada apa, Mbak?”
“o, pantesan... Dulu pas waktu aku SD aku sering lewat
depan rumahnya bu Asma dan lihat bu Asma lho di depan rumah.” Dia tertawa
kecil, sepertinya ada kebahagiaan yang ia rasakan teramat sangat.
“oh, masak?” aku heran, antara mikir sama bingung
sambil ngitung berapa tahun yang lalu berarti dia SDnya.
Sekarang muridku kelas VIII SMP, berarti SDnya sekitar
3-5 tahun yang lalu, dan dia ingat sama wajahku gara-gara sering lewat dan lihat
aku di depan rumah, baiklah berarti aku cukup terkenal -_-
#Kisah_4
Aku mengajar tetanggaku sendiri.. namanya juga
sekolah dekat rumah, pasti banyak tetangga kita yang lebih memilih sekolah yang
dekat dengan rumah. Begitu pula dengan tetanggaku, aku mengajar tetanggaku
sendiri. Rasanya itu... bingung, seneng, aneh, speechless, kurang bisa ekspresif jadinya. Hehe, bayangin aja kalau
kamu mengajar tetanggamu sendiri. aneh kan? Haha :D
“Bu, ibu tetangganya ini to?” dan aku cuma diem
sambil senyum...
Mungkin empat kejadian itu bisa jadi gambaran buat
kalian yang sudah, sedang ataupun ingin PPL di dekat rumah. Mungkin bisa jadi
bahan pertimbangan, hehe :D
Kamis, 21 Agustus 2014
Diam-diam Aku Bersama KAMMI
Cerita di bawah ini hanyalah non-fiksi. Kesamaan
tokoh dan tempat memang di sengaja.
Afwan ye….
Buku Mengapa Aku
Mencintai KAMMI merupakan kumpulan dari cerita-cerita inspiratif seputar
KAMMI yang
ditulis oleh tiga orang kader KAMMI, Imron
Rosyadi, Evie Fitria, dan Aji Kurnia Dermawan. Baik yang mereka
alami sendiri maupun cerita yang dialami oleh kader lain. Salah satu cerita yang
cukup unik dan menarik bagi saya dalam kumpulan cerita ini adalah “No Ikhwan No
Cry”.
Menceritakan
tentang akhwat-akhwat KAMMI Madiun yang “ditinggal” oleh para ikhwan-ikhwan.
Para ikhwan itu ada yang pulang kampung, ada pula yang harus melanjutkan studi.
Jadi terpaksalah para akhwat-akhwat itu yang mengurusi KAMMI. Bahkan ada
diantara mereka yang tidak pernah sekalipun berkecimpung di KAMMI, ketika
pulang ke Madiun ialah yang mengurusi semua agenda KAMMI Madiun. Mereka tidak pernah
mengeluh. Apalagi ketika diusulkan KAMMI Madiun untuk dibubarkan, dengan
lantang mereka berkata “Tidak”.
Tentunya
masih banyak cerita yang mampu untuk menyengat semangat bagi para kader KAMMI
dalam buku ini, tapi tidak semuanya akan ditulis di sini.
Kembali
lagi ke judul yang sangat menarik bagi saya di atas, “No Ikhwan No Cry”. Saat
ini saya bermanah di sebuah LDF di salah satu fakultas di Unnes. Posisi saya
saat ini adalah sebagai ketua departemen, Departemen Kaderisasi. Sebuah posisi
yang tidak ringan tentunya. Sebuah posisi yang sangat strategis dalam sebuah
lembaga. Ialah orang yang paling bertanggung jawab akan keberlangsungan sebuah
lembaga. Posisi sekretaris departemenpun
ditempati oleh seorang yang luar biasa, saudari saya Ukh Asma’ Hanifah. Beliau adalah
akhwat KAMMI, iya akhwat KAMMI. Posisinya di KAMMIpun tidak
main-main, sekretaris departemen Kastrat KAMMI komisariat Unnes. Dua posisi yang
sangat berat, harus beliau emban secara bersamaan. Bahkan di tahun sebelumnya
tiga posisi PH+ di tiga lembaga berbeda mampu beliau emban dengan baik.
Di awal amanah beliau berpesan kepada saya bahwa beliau akan lebih sering
“menghilang” untuk mengurusi KAMMI. Tidak apa, karena saya pikir amanah di KAMMI
lebih berat dibanding di LDF, dan sayapun sangat mengetahui passion beliau
lebih ke KAMMI. Di tengah kepengurusan terjadi konflik di kubu akhwat di LDF
saya. Yang mana saya tidak bisa mengurusinya secara intensif karena posisi saya
sebagai ikhwan. Kepercayaan saya akan kapasitas Ukh Asma’lah yang membuat saya
meminta beliau untuk mengurusi konflik itu. saya juga meminta beliau untuk
lebih dekat dengan akhwat-akhwat di LDF, karena akhwat LDF sangat berbeda
dengan akhwat KAMMI. Jika akhwat KAMMI sudah sekuat baja, maka akhwat LDF masih
bagaikan kaca yang harus penuh kelembutan untuk membersihkannya ketika berdebu.
“Antum keren Ukh, tapi ya masih keren saya lah... Ups....”.
Tentu bukan hanya Ukh Asma’, setidaknya di fakultas saya masih ada empat
saudara saya yang sangat luar biasa. Iya, mereka adalah aktivis KAMMI, Akh
Ghulam Arif Rizal, Akh Hamid Zulkifli, Ukh Arum Setianingsih, dan Ukh Ira
Damayanti. Keempatnya merupakan aktivis KAMMI yang sangat loyal.
Akh Arif adalah orang pertama yang memahamkan saya seperti apa perjuangan
di KAMMI itu, seperti apa aktivitas di KAMMI itu, dan seperti apa kader KAMMI
itu. saat ini beliau menjabat sebagai ketua departemen humas KAMMI komisariat
Unnes. Awalnya saya tidak paham apa itu KAMMI, dan untuk apa KAMMI. Beliau
lebih dulu mengikuti DM 1 dari pada saya. Karena waktu semester dua saya diajak
ikut DM 1 tidak mau. Masih saya ingat betul malam itu, Akh Arif bercerita
tentang kader KAMMI. Beliau mengatakan kader KAMMI itu, rajin baca buku dan
kalau salat lima waktu tidak berjama’ah di masjid bukan kader KAMMI namanya. Dalam
pikiran saya “‘Monster’ seperti apakah kader KAMMI itu?” Cerita dari Akh Arif
inilah yang membuat saya selalu mencontoh beliau. Beliau adalah lawan bagi
saya. Lawan yang harus dikalahkan karena kehebatannya sebagai kader KAMMI. “Antum
jos Akh!”
Saudara saya yang kedua yang juga aktivis KAMMI adalah Akh Hamid Zulkifli. Beliau
asli dari Pacitan Jawa Timur. Posisi sebagai ketua departemen Ekonomi Kreatif
beliau emban tahun ini. Bagi saya Akh Hamid adalah orang yang selalu ceria. Meskipun
terkadang saya jengkel terhadap beliau. Tapi bagi saya beliau adalah aktivis
KAMMI yang luar biasa. Kepada beliaulah saya sering cemburu karena aktivitasnya
di KAMMI. Sama dengan Akh Arif, dari Akh Hamidlah sering saya bertanya-tanya
tentang KAMMI. Keberterimaan beliau terhadap KAMMI lebih dahulu dibandingkan
dengan saya. Beliau satu angkatan DM1 dengan Akh Arif. “Selalu istiqomah ya Akh
Bro!”
Saudari saya yang satu ini orang yang cukup menyebalkan bagi saya. Suatu
ketika beliau pernah bilang bahwa saya itu “qowiy” di hadapan teman-teman
aktivis satu angkatan yang lain. Entah bagaimana, hingga detik ini saya
mendapatkan cap sebagai “ikhwan terqowiy se-FBS (fakultas saya)”. Setiap kali
bertemu dengan ikhwah lain, cap itu yang selalu saya dapat. Tapi terlepas dari
itu beliau adalah kader KAMMI luar biasa. Saat ini beliau beramanah di DPM KM
Unnes sebagai sekjen (kalau nggak salah). Salah satu kecakapan beliau adalah
dalam hal menganalisis, analisisnya begitu tajam. Terutama dalam hal
perpolitikan kampus. Tidak diragukan lagi, Ukh Arum Setianingsih mahasiswa
prodi Pendidikan Bahasa Jepanglah orangnya. “Ajari analisisnya dong Ukh!”
Yang terakhir ini juga tidak kalah hebatnya. Beliau adalah Ukh Ira
Damayanti, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Saat ini beliau
bermanah sebagai sekretaris kementrian PSDM BEM KM Unnes (“Iya nggak sih?”).
Saudari saya yang satu ini juga jebolan DM1 KAMMI. Soal jumlah buku yang pernah
dibaca tidak diragukan lagi. Sempat akan beramanah di LDF, beliau justru
diamanahi di BEM, lebih berat tentunya. Tapi tidak jadi soal bagi kader KAMMI. Saat
resume ini saya tulis, beliau dikabarkan mengalami kecelakaan. Semoga Allah
lekas menyembuhkan beliau. “Syafakillah Ukhti.”
Itulah kelima “Power Ranggers” KAMMI dari Fakultas Bahasa dan Seni. Jika
selama ini banyak orang yang menganggap saya itu luar biasa, bagi saya
merekalah pemantik bagi saya untuk senantiasa menjadi luar biasa. Dari
merekalah saya belajar, dari merekalah saya mengerti. Mungkin jika tidak karena
mereka, saya tidak akan pernah ikut DM1, saya tidak akan paham apa itu KAMMI,
dan masih banyak lagi. Jujur saja saya iri dan cemburu terhadap mereka berlima
yang aktif di KAMMI. “Syukron Jazakumullah Akhi Ukhti....”.
oleh: Agung Wahyu Saputro
catatan:
Tulisan ini dibuat sendiri oleh akh Agung, saudara saya di FBS. Padahal sebenarnya saya memintanya untuk membuat resume buku yang berjudul "Mengapa Aku Mencintai KAMMI" untuk kebutuhan suatu hal. Tapi ternyata jadinya bukan resume malah menceritakan saudara-saudaranya di fakultas kami (FBS) yang menjadi aktivis KAMMI di kampus Unnes. Tak apalah, mungkin itu salah satu bukti cintanya pada KAMMI walaupun dia bukan merupakan aktivis KAMMI. Semoga senantiasa istiqomah di jalan dakwah, baik itu lewat KAMMI ataupun lewat lembaga dakwah yang lainnya, aaamiin..
Ternyata, banyak yang mencintai KAMMI dalam diamnya ^_^
Sabtu, 26 Juli 2014
Aku Rindu Dakwah Sekolah...
Kemarin malam ketika hendak mengambil sebuah
jahitan di tukang jahit dekat rumah, tiba-tiba aku bertemu dengan seorang kakak
kelasku di SMA yang juga pernah menjabat sebagai ketua rohis di SMAku, SMA Negeri 2 Semarang. Obrolan singkat
pun terjadi walaupun hanya beberapa kalimat. Namun ada sebuah pertanyaan yang dilontarkannya padaku cukup
menohokku dan membuatku benar-benar terngiang di benakku sampai detik ini, “kok nggak pernah kelihatan di
kegiatan syiar lagi?” dan aku tak bisa menjawab pertanyaan itu sejujurnya. Aku
tak ingin memberikan alasan karena kesibukanku di kampus sehingga aku jarang
atau bahkan kini tidak pernah lagi aktif dalam kegiatan syiar smanda.
Syiar Smanda merupakan kependekan dari Silaturahmi
Ikatan Alumni Rohis SMA Negeri 2 Semarang. Organisasi ini merupakan organisasi
yang beranggotakan seluruh alumni rohis SMAku, sedangkan untuk kepengurusannya
dikelola oleh alumni rohis yang masih berdomisili dan kuliah atau kerja di Semarang dan tentunya bersedia menjadi pengurus.
Selain sebagai wadah silaturahmi alumni rohis SMA 2 Semarang, Syiar hadir
sebagai jembatan antara pengurus rohis SMA 2 Semarang dengan dunia luar (masyarakat)
dan juga sebagai pengelola Aktivis Dakwah Sekolah (ADS) di SMAku ini, sehingga
aktivis Syiar juga biasa disebut sebagai Aktivis Dakwah Sekolah meskipun sudah
purna sebagai seorang siswa SMA.
Ah, tiba-tiba aku begitu rindu berkecimpung lagi
di dakwah sekolah. Aku rindu dengan teman-temanku di rohis SMA, aku rindu
menjalin komunikasi dengan guru-guru SMAku berkaitan dengan lembaga keislaman
ini. Ah, banyak sekali rupanya yang kurindukan. Dua tahun menjadi pengurus
Syiar nampaknya tak berpengaruh apa-apa bagiku, aku sama sekali tidak banyak
berkontribusi di Syiar ini. Mungkin bisa dikatakan aku adalah pengurus yang
non-aktif, bahkan isu yang beredar aku dinyatakan keluar dari kepengurusan
Syiar (apa karena aku nggak pernah muncul sama sekali ya, hehe). Apakah aku terlalu
egois memikirkan amanahku di kampus, sehingga amanahku di Syiar sering
terlupakan. Padahal aku masih berdomisili dan kuliah di Semarang. Tapi kapan kuluangkan waktuku untuk Syiar? Bahkan menjadi PJ SMS ukhuwah saja jarang kulaksanakan. Sampai-sampai
kadep departemenku di Syiar harus sering-sering mengingatkan, mungkin juga
beliau kesal denganku (afwan ya, mas :D).
Memoriku akan dakwah sekolah tiba-tiba memenuhi
pikiranku. Kegiatan Isra’ Mi’raj, Doa Bersama, Idul Adha, Mocha (Moslem Choice
Award), Pengumpulan zakat, Buka Bersama, Tarawih Berjamaah, AMT (Achievement
Motivation Training), Tralis (Training of Leadership for Islamic Student), Karisma
(Kajian Rohis Smanda), Musyum (Musyawarah Umum), Re-organisasi, Raker, Kajian
Kemuslimahan, Bakti Masjid, Bakti Sosial, lomba-lomba, bikin mading, bikin
majalah, bikin buletin, ngaji bareng, belajar bareng dan masih banyak lagi
kegiatan-kegiatan yang pernah aku lakukan bersama teman-temanku di rohis ini
a.k.a Roker Smanda (Rohis Keren SMA Negeri 2 Semarang), mengukir ukhuwah
bersama mereka. Banyak sekali kenangan indah bersama rohis smanda ini...
Dakwah sekolah dan dakwah kampus memang sangat
berbeda, karena di dakwah sekolah masih majemuk. Sehingga perbedaan-perbedaan
tidak terlalu tampak seperti di kampus. Hal inilah yang membuatku benar-benar
rindu kembali pada dakwah sekolah. Bersama mereka ingin berusaha untuk kembali
pada dakwah sekolah, ingin kembali menyempatkan diri fokus pada dakwah sekolah.
Dakwah sekolah, aku merindukanmu...
Masih bolehkah aku kembali padamu?
Dalam dekapan ukhuwah, bersama kalian...
sahabat-sahabatku...Sabtu, 12 Juli 2014
Surat Cinta Mutarabbiku
Semarang, 11 Juli 2014
Tepat setelah waktu berbuka, senja itu.. ketika
acara buka bersama rohis fakultas di kampus usai tiba-tiba seseorang
menghampiriku. “Ma, ada titipan surat
untukmu..”. “Dari?” tanyaku. Ia
pun menyerahkan surat itu padaku sambil berbisik, “Dari anakmu..”. Aku hanya mengernyitkan dahi dan menerima sepucuk
surat itu. Di depan surat itu tertulis “Untuk: Mbak Asma.” Aku terdiam,
berpikir, surat dari siapa ini..
Sesampainya di kos kubuka surat tersebut. Tertulis
Untuk: Murabbiku... tulisan itu
mengawali isi surat yang aku terima. Aku menghela napas panjang, bismillah..
ada apa gerangan, hal apa yang akan disampaikan oleh salah satu adik binaanku
ini kepadaku, sampai-sampai ia harus menulis sebuah surat untukku?
Dan aku membacanya perlahan, memaknai setiap kata yang ia torehkan pada secarik kertas putih itu. Rasa haru menyelimutiku, sungguh aku ingin menangis, menitikkan air mata. Isi surat yang membuatku ingin kembali seperti sedia kala. Sejujurnya, aku memang tengah kecewa padanya, kecewa karena ia menghindar dari sebuah proses yang seharusnya ia jalani. Ketika itu, hampir satu bulan yang lalu aku pernah benar-benar bersikap tegas padanya, bukan marah, hanya sekadar ingin membuka jalan pikirannya, membuka hatinya, menjelaskan padanya. Aku tak tahu apakah ia menangis dan marah padaku atau tidak. Yang jelas, setelah aku bersikap tegas padanya dan aku pergi meninggalkannya aku menangis. Hatiku tak pernah sesesak ini, perih. Aku memang tak pernah marah pada seorang adik, apalagi adik binaanku. Apabila aku sedang kesal pada seseorang, aku akan meninggalkannya sejenak, hingga aku kembali tenang dan kembali seperti sedia kala. Namun yang terjadi pada saat itu, aku tak ingin meninggalkannya, aku ingin memberikan penjelasan dan aku memberikan pilihan padanya terlebih dahulu hingga akhirnya hatiku tak sanggup dan aku pergi meninggalkannya, aku menangis, aku merasa gagal membina seorang adik yang sudah kubidik sejak awal bertemu dengannya. Hingga aku mengatakan padanya, aku tak akan memaksamu lagi.. pada saat itu aku menyerah.
Hingga surat ini ia kirimkan, aku merasa komunikasi kita memang belum lancar seperti sedia kala meskipun ia berada satu amanah denganku. Ia tak meminta untuk liqo lagi, ia tak menghubungiku untuk itu. Aku membiarkannya, seperti pernyataanku padanya, aku tak akan memaksamu lagi. Aku hanya ingin diam untuk saat ini, tidak ingin memaksa lagi. Padahal berbagai rencana besar jangka panjang sudah kupersiapkan untuknya, namun ia tak ingin melakukan proses itu.
Sepucuk surat itu berisikan kesan awal ia mengenalku, perjalanannya selama hampir dua tahun ini mengenalku di jalan dakwah ini, dan permohonan maafnya padaku. Kata-katanya sederhana, namun sangat menyentuh relung hatiku.
Beberapa kalimat terakhir yang ia tuliskan pada sepucuk surat itu yang membuatku ingin membuka hatiku lagi padanya... sungguh, aku ingin memaafkanmu..
“...aku minta maaf mbak, jika
hati mbak Asma terluka. Aku rindu mbak Asma insya Allah karena Allah, aku masih ingin belajar dari mbak Asma. Belajar menjadi kader dakwah yang
tangguh dan istiqomah. Belajar seutuhnya mencintai dakwah, memberikan harta,
jiwa dan raga untuk dakwah. Aku ingin melihat senyum mbak Asma lagi. Aku ingin memperbaiki diri.”
Yaa Rabb, apakah aku bisa ikhlas atas semua ini?
Yaa Rabb, apakah aku masih pantas dianggap sebagai
sosok “mbak” yang bisa memberikan keteladanan bagi adik-adikku?
Yaa Rabb, apakah aku masih mampu mengemban amanah
ini?
Yaa Rabb, aku tak mampu tanpaMu...
Rasanya sungguh ingin kembali seperti sedia kala,
teruntai senyum untuk adik-adikku. Memaafkan memang bukan hal yang mudah, tapi
aku ingin berusaha untuk itu. Aku ingin
mengobati perih yang tergores di hatiku. Aku ingin mengobati kekecewaan yang
bersemayam di kalbu. Aku tak ingin ada yang tersakiti, aku tak ingin ada yang
terluka. Afwan, belum bisa menjadi mbak baik yang untukmu...
Yaa Allah, lapangkanlah hatiku untuk bisa kembali
seperti sedia kala..
Yaa Allah, bukakan kalbuku untuk mengikhlaskan
semuanya...
Yaa Allah, bimbinglah aku dan adikku ini untuk
mampu tegar dan bertahan di jalan dakwah ini, hingga tiada lagi lelah apalagi
menyerah..
Yaa Allah, lindungilah kami...
Selasa, 08 Juli 2014
diam
Diam..
Kini sedang mencoba untuk diam dan lebih banyak
mendengar.
Bukan karena tak ingin berbicara, hanya sedang
ingin lebih merasakan menjadi pendengar.
Bukan tidak ingin menjadi aktif, tapi sedang ingin
memberi kesempatan pada yang lain.
Bukan karena tak punya pendapat, aku sedang ingin
mendengar pendapat yang lain.
Diam.. seribu bahasa
Tak sekadar diam secara verbal, namun juga diam
dalam tindakan.
Bukan tak mau tau, tapi ingin mengenal mereka
lebih dekat..mengamati
Bukan tak punya keinginan, tapi menahan hingga
mereka bertindak
ya, aku terdiam
Diam.. diam
Sedang ingin terdiam..
Ingin melihat sejauh mana kepekaan dan tanggung
jawabnya, kamu.. mereka
maaf,
Minggu, 29 Juni 2014
Adikku..
Adikku, pernahkah kau bayangkan bagaimana sungguh
terjalnya dakwah ini?
Ya, kau tentu sudah mengetahui bahwa dakwah yang
kita lalui bersama bukanlah jalan yang mudah. Jalan dakwah ini sangatlah
panjang, penuh dengan rintangan dan hanya sedikit yang mau membersamainya.
Apakah kau benar-benar yakin telah memilih dakwah
ini sebagai jalan hidupmu?
Apakah kau sudah ikhlas mengabdikan dirimu hanya
untuk dakwah ini?
Apakah kau rela jika seluruh waktumu, tenagamu,
bahkan kekayaanmu habis untuk dakwah ini?
Pernahkah kau merenung dan bertanya pada dirimu,
sebenarnya dakwah yang membutuhkanmu atau kau yang membutuhkan dakwah?
Adikku...
Dakwah adalah cinta, dan cinta akan meminta
segalanya dari dirimu. Bahkan sampai lelapmu dan tidurmu, semua mimpi-mimpimu
pun tentang dakwah.
Dakwah tidak pernah membutuhkanmu, tapi kau yang
membutuhkan dakwah. Karena jika dakwah tak bersamamu, maka ia akan bersama yang
lain. Sedangkan kau, apabila kau tak bersama dakwah, maka kau akan bersama
siapa?
Seseorang hanya akan disibukkan oleh salah satu
hal saja, kalau tidak sedang disibukkan dalam kebaikan, maka ia akan sedang
disibukkan dengan keburukan.
Menjadi bagian dari dakwah ini merupakan sebuah
pilihan..
Adikku..
Bergerak merupakan sebuah kepastian, karena
apabila tidak bergerak berarti mati.
Apa yang sudah kau berikan untuk dakwah ini?
Kami belum yakin kami telah memberikan segalanya
untuk jalan yang kami pilih ini. Tapi kami yakin, kau mampu dan mau bergerak
untuk dakwah ini, lebih dari gerak kami terhadap dakwah ini.
Bergeraklah lebih untuk dakwah ini..
Jadikan gerakanmu bukan sekadar gerakan pasif yang
hanya mampu menarik penonton.
Jadikan gerakanmu memberikan resonansi juang bagi
objek dakwahmu.
Adikku..
Saat ini mungkin kau sedang dalam proses belajar. Belajar
mengerti, belajar memahami, bahkan belajar menerima tentang konsekuensi yang
harus diterima ketika berada di dalam jalan ini.
Sebagai kakak, kami tak ingin kau merasa dipaksa, kami
tak ingin kau terus bermuram durja.
Kami hanya ingin kau mengikuti proses, menikmati
proses dan belajar dari proses yang tengah kau lalui saat ini. Agar kau menjadi
pribadi kokoh yang mampu mengemban amanah dakwah yang lebih besar di kemudian
hari.
Tak selamanya kami menemanimu di sini..
Adikku...
Bersikaplah dewasa, karena kedewasaan akan
mengajarimu banyak hal.
Apa yang kau takutkan?
Dakwah tidak akan memperburuk kehidupanmu, dakwah
tidak akan menjatuhkan harga dirimu.
Pertolongan Allah akan selalu bersamamu...
Rabu, 26 Maret 2014
Mahasiswa Cerdas Tanpa Golput!
Sudah tahukah kawan-kawan mengenai
perhelatan akbar negeri ini? Yap, pesta demokrasi sebentar lagi akan digelar.
Tepatnya pada tanggal 9 April 2014 untuk Pemilu Legislatif dan tanggal 9 Juli
2014 untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Sebagai mahasiswa yang
katanya adalah kaum intelektual seharusnya kita sudah tahu tentang hal ini dan
ikut berpartisipasi, salah satunya dengan jalan memberikan hak suara kita untuk
pemilihan calon wakil rakyat untuk negeri ini.
Memberikan suara dalam pemilu memang
bukan suatu kewajiban, tapi itu sudah menjadi hak kita. Sehingga menggunakan
hak yang sudah diberikan kepada kita dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai kita
sebagai mahasiswa menjadi golput (golongan putih) alias tidak memberikan hak
suara kita pada saat pemilu. Dengan berbagai alasan, sebenarnya golput bisa
diminimalisasi. Misalnya apabila alasan golput adalah TPS, mungkin karena
merasa TPS asal sangat jauh karena kita saat ini sedang menempuh studi di
daerah yang berbeda dengan TPS kita. Hal ini bisa diatasi dengan mengurus
formulir model A5, yaitu surat pindah memilih yang dikeluarkan oleh Panitia
Pemungutan Suara (PPS) dari daerah asal. Dengan mengurus formulir A5 ini kita
bisa menggunakan hak suara kita di tempat lain, misalnya di lingkungan kampus
Unnes ini.
“Mobilitas penduduk kita sangat tinggi baik karena
dinas luar, tugas belajar, pindah domisili, sakit, bencana dan persoalan hukum
yang mengakibatkan seseorang menjadi tahanan. Kejadian-kejadian itu tidak boleh
menghambat seseorang untuk menggunakan hak pilihnya. Karena itu, di manapun,
mereka dapat menggunakan hak pilih dengan catatan mengurus formulir A-5 dari
PPS asal,” kata Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Kamis 20 Februari
2014.
Untuk mendapatkan formulir model A-5, pemilih wajib
menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) atau identitas lain kepada petugas PPS
di desa/ kelurahan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa orang yang mengurus
formulir model A-5 itu, benar-benar orang yang akan pindah memilih dan
terdaftar sebagai pemilih di daerah tersebut.
Apapun alasannya golput tidak dibenarkan. Karena
pemerintah sudah memfasilitasi masyarakat untuk memberikan hak suaranya pada
saat pemilu. Dalam beberapa berita yang dimuat di berbagai media massa,
disebutkan bahwa apabila golput mencapai angka 50% maka pemilu dibatalkan dan
harus diadakan pemilu ulang. Bayangkan saja kalau seperti ini, kita sama saja membuang
uang negara dengan percuma ketika pemilu harus diulang. Padahal anggaran untuk
pemilu ini tidak kecil lho, anggaran untuk pemilu mencapai 15,4 triliun rupiah.
Bayangkan saja uang sebesar itu terbuang sia-sia hanya karena banyaknya
masyarakat yang golput. Lebih baik anggaran tersebut dialokasikan untuk biaya
pendidikan daripada untuk pemilu ulang.
Golput saja tidak dibenarkan apalagi mengajak orang
lain untuk golput, apabila kita melakukan hal ini maka berhati-hatilah karena
apabila kita mengajak golput bisa
dikenai sanksi pidana. Seperti yang tetulis dalam pasal 287 Undang-Undang Nomor
10 tahun 2008 tentang Pemilu:
"Setiap
orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan/
atau menghalangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih atau
melakukan kegiatan yang menimbulkan gangguan ketertiban dan ketenteraman
pelaksanaan pemungutan suara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling
sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00
(dua puluh empat juta rupiah)."
Lantas, masih mau untuk golput?
Yuk, sebagai mahasiswa dan warga negara yang baik kita
dukung pesta demokrasi negeri ini dengan memberikan hak suara kita pada saat
pemilu nanti. Ingat, gunakan suaramu sesuai dengan hati nurani. Kenali partai
dan wakil rakyat calon pilihanmu dan berikan suara kepada partai atau wakil
rakyat yang memiliki track record
yang paling baik dan jangan asal-asalan dalan memilih.
Senin, 03 Maret 2014
Mengertilah
Membiarkannya menari?
Tak bisa membuatnya mengejar henti
Sedu sedan biarkan makin mengiringi
Langkah bergerak gontai, lunglai
Masih berlanjut?
Membiarkannya menari tak membuatmu bergerak
Rasakan irama yang mengalun lembut...,
Gerak tegap, cepat, mantap
Haruskah?
Menilik ruang relung yang . . .
Ya sudah, baiklah, biarlah
.
Harus
Tatap batin juga jiwamu
Melayang tak berarti hilang
Masih ada, tak kan pernah pudar
Lantas?
Siap tidak selalu mantap
Tegar bukan berarti hingar
Tapi,
Jejakmu tak akan pernah hilang
Mungkin
Pasti
Teruslah menari
Ikuti irama bukan berarti tak bisa berhenti
Bisa kau atur
Ini panggungmu ‘
Minggu, 16 Februari 2014
Jadwal Pemilu 2014
22:08
2 comments
Pemilu Legislatif :
1. Tgl 16 Maret - 05 April : Masa Kampanye
2. Tgl 06 - 08 April : Masa Tenang
3. Tgl 09 April : Pemungutan Suara
4. Tgl 07 - 09 Mei : Penetapan Hasil Pemilu Nasional
5. Tgl 11 - 17 Mei : Penetapan Perolehan Kursi & Calon terpilih Anggota DPR dan DPD
6. Bln Juli - Oktober : Pengucapan Sumpah Janji
Pemilu Pres & Wapres :
1. Tgl 16 - 13 Mei : Penetapan DPT Nasional
2. Tgl 10 - 16 Mei : Pendaftaran Paslon
3. Tgl 05 - 09 Juni : Penetapan Paslon
4. Tgl 14 Juni - 05 Juli : Masa Kampanye
5. Tgl 06 - 08 Juli : Masa Tenang
6. Tgl 09 Juli : Pemungutan Suara
7. Tgl 26 - 28 Juli : Penetapan Hasil Pemilu
8. Tgl 29 - 31 Juli : Pengajuan Gugatan Perselisihan Pemilu
9. Tgl 02 - 13 Agust : Penetapan Hasil Pemilu Pasca. Putusan MK
10. Tgl 15 - 24 Agust : Kampanye Putaran II
11. Tgl 09 Sept : Pemungutan Suara Putara II
12. Tgl 26 - 27 Sept : Penetapan Hasil Pemilu Putaran II
13. Tgl 27 - 29 Sept : Pengajuan Gugatan Perselisihan Pemilu Putaran II
14. Tgl 09 Okt : Penetapan Hasil Pemilu Pasca Putusan MK
15. Tgl 20 Okt : Pelantikan Pres dan Wapres terpilih.
1. Tgl 16 Maret - 05 April : Masa Kampanye
2. Tgl 06 - 08 April : Masa Tenang
3. Tgl 09 April : Pemungutan Suara
4. Tgl 07 - 09 Mei : Penetapan Hasil Pemilu Nasional
5. Tgl 11 - 17 Mei : Penetapan Perolehan Kursi & Calon terpilih Anggota DPR dan DPD
6. Bln Juli - Oktober : Pengucapan Sumpah Janji
Pemilu Pres & Wapres :
1. Tgl 16 - 13 Mei : Penetapan DPT Nasional
2. Tgl 10 - 16 Mei : Pendaftaran Paslon
3. Tgl 05 - 09 Juni : Penetapan Paslon
4. Tgl 14 Juni - 05 Juli : Masa Kampanye
5. Tgl 06 - 08 Juli : Masa Tenang
6. Tgl 09 Juli : Pemungutan Suara
7. Tgl 26 - 28 Juli : Penetapan Hasil Pemilu
8. Tgl 29 - 31 Juli : Pengajuan Gugatan Perselisihan Pemilu
9. Tgl 02 - 13 Agust : Penetapan Hasil Pemilu Pasca. Putusan MK
10. Tgl 15 - 24 Agust : Kampanye Putaran II
11. Tgl 09 Sept : Pemungutan Suara Putara II
12. Tgl 26 - 27 Sept : Penetapan Hasil Pemilu Putaran II
13. Tgl 27 - 29 Sept : Pengajuan Gugatan Perselisihan Pemilu Putaran II
14. Tgl 09 Okt : Penetapan Hasil Pemilu Pasca Putusan MK
15. Tgl 20 Okt : Pelantikan Pres dan Wapres terpilih.
Minggu, 09 Februari 2014
Merajut Kepingan Hati
“Assalamu’alaikum.
Nduk, lagi di kos tidak?” sapa mbak Diana dari balik telepon genggamku.
“Wa’alaikumussalam
warohmatullah. Iya, Mbak. Ini lagi di kos, sedang beres-beres kamar. Pripun, mbak?” jawabku lembut.
“Mbak mau main ke kos sekarang bisa? Ada hal penting yang
ingin mbak sampaikan.”
“Iya, Mbak. Ke kos aja. Memangnya ada hal penting apa
mbak?” tanyaku penasaran.
“Nanti mbak sampaikan secara langsung saja ya. Mbak ke
kos anti sekarang.” Balas mbak Diana lembut.
“Iya, Mbak.”
“Assalamu’alaikum.”
Mbak Diana menutup pembicaraan kami di telepon genggam.
“Wa’alaikumussalam
warohmatullah.” Aku menjawab dengan tanda tanya yang berterbangan di
kepalaku, aku penasaran.
Ah, ya sudahlah. Nanti aku juga tahu apa yang akan
disampaikan mbak Diana padaku. Lebih baik aku melanjutkan membereskan kamarku
dan menyiapkan jajanan dan minum untuk menjamu kedatangan mbak Diana. Mbak
Diana adalah murobiku, sudah hampir dua tahun ini aku menjadi mutarobinya. Orangnya
sangat lembut, menyenangkan dan pekataannya sangat menyentuh hati. Di lingkaran
kecilku, mbak Diana benar-benar bisa memosisikan dirinya sebagai guru, orang
tua, bahkan sahabat kami. Mbak Diana sudah menikah ketika ia berusia 23 tahun,
dan kini usianya telah menginjak 27 tahun. Memiliki dua orang mujahid kecil
yang lucu dan menggemaskan, namanya Salman dan Asma. Terkadang si kecil Asma
yang masih berusia tujuh bulan diajaknya ketika mengisi lingkaran kecil kami,
lucu sekali.
“Assalamu’alaikum.”
Mbak Diana mengetuk pintu kosku.
“Wa’alaikumussalam
warohmatullah. Iya, Mbak. Sebentar.” Aku
sudah sangat mengenali suara mbak Diana, sehingga aku sudah mengetahui bahwa
yang datang adalah mbak Diana. Aku membukakan pintu dan mempersilakan mbak Diana masuk. “Mau
di sini atau di kamarku saja, Mbak?”
“Di kamar saja, Nduk.” Jawab mbak Diana pelan-pelan. Sepertinya
yang akan dibicarakan adalah sesuatu yang penting.
“Ya sudah, ayo mbak kita ke kamarku.” Aku menutup pintu
kos dan berjalan di belakang mbak Diana menuju kamarku.
“Mbak sudah sarapan?” tanyaku.
“Sudah, tadi sekalian masak buat orang-orang rumah.” Mbak
Diana menatapku, air mukanya teduh sekali.
“Ini sedikit jajanan. Afwan ya mbak, hanya ini yang bisa
kuhidangkan. Maklum anak kos.” Aku menyodorkan biskuit kering dan teh hangat
untuk mbak Diana.
“Jazakillah ya, Nduk.” Mbak Diana meminum seteguk teh
hangat buatanku. Ia kembali menatap padaku.
“Usia anti berapa, Salwa?”
“22 tahun, Mbak.” Jawabku singkat.
“22 tahun ya.”
“Iya, Mbak.”
“Barokallah, Nduk.
Ternyata di usiamu yang masih cukup muda Allah menjawab doa-doamu. Kemarin sore
ada seorang ikhwan yang mengajukan proposal untuk anti. Usianya 25 tahun, insya Allah dia aktivis dakwah yang luar
biasa. Kalau anti tidak keberatan, proposal anti mbak sampaikan ke ikhwan
tersebut.” Mbak Diana mengusap lembut punggungku.
Deg! Masya Allah...
Aku sama sekali tak menduga bahwa ada seorang ikhwan yang mengajukan
proposalnya untukku. “Aku tak bisa menjawab hari ini, Mbak.” Jawabku lirih,
mataku berkaca-kaca. “Kalau boleh tahu apakah aku mengenalnya, Mbak?”
“Anti bisa menjawabnya satu minggu lagi, istikharah ya, Nduk.
Untuk masalah anti kenal dengannya atau tidak, mbak kurang tahu. Beliau berasal
dari luar kota, lulusan Universitas Indonesia. Sekarang dia bekerja di Bekasi.
Tapi asalnya sama denganmu, dari Yogyakarta.” Mbak Diana menyerahkan sebuah map
plastik berwarna hijau. “Ini proposalnya, bisa dilihat dan mintalah petunjuk
kepada Allah.”
Aku terdiam sejenak. Tak ada kata yang mampu aku
keluarkan. Air mataku mengalir lembut. Aku gemetar memegang map itu. Antara siap
dan tidak siap untuk menikah di usia yang masih cukup muda ini. Siapkah aku.
“Mbak percaya anti bisa memutuskan. Menikah sekarang atau
nanti sama saja, Allah yang telah menentukan jodoh untukmu.” Mbak Diana kembali
tersenyum, sembari meminum teh hangat yang sepertinya mulai dingin. “Mbak
tunggu jawaban anti satu minggu lagi ya, Nduk?”
“Iya, Mbak. Insya
Allah.” Mataku masih basah.
“Skripsinya anti bagaimana kabarnya?” tanya mbak Diana
mengalihkan pembicaraan.
“Alhamdulillah
sudah selesai, Mbak. Dua hari yang lalu baru diACC. Insya Allah dua minggu lagi ujian, Mbak. Doakan ya, Mbak.”
“Wah, Barokallah, Nduk.
Kok nggak bilang ke mbak kalau sudah diACC
skripsinya? Mau ngasih kejutan ya?”
Aku tersenyum, “Iya, Mbak. Sebenarnya aku mau bilangnya
besok. Sekalian bilang ke teman-teman di lingkaran.”
“Berarti ini teman-teman juga belum pada tahu ya? Wah,
benar-benar kejutan ini.”
Aku kembali tersenyum. Pikiranku masih berkutat dengan
proposal yang baru saja mbak Diana sampaikan padaku.
“Mbak pulang dulu ya, Nduk. Sudah ada agenda lain yang
menunggu. Afwan kalau ada yang kurang berkenan. Insya Allah apapun keputusan anti nantinya, itu atas kehendak
Allah.”
“Iya, Mbak. Insya Allah.”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam warohmatullah. Titip salam buat Salman
dan Asma ya, Mbak. Kangen dengan mereka.”
“Iya, Insya Allah.”
“Hati-hati, Mbak.” Mbak Diana tersenyum padaku.
? ? ?
Kubaca proposal tersebut secara mendetail, aku tak ingin
ada yang terlewat satu pun. Sepertinya aku tak asing dengan beberapa hal yang ditulis
dalam proposal ini. Meski dalam proposal ini identitas pribadi tidak ditulis
secara lengkap, tapi aku nampak bisa mengenalinya. Aku terdiam, kuletakkan
proposal itu di atas rak buku. Aku bergegas mengambil air wudhu untuk
mengerjakan salat sunnah dhuha.
Air wudhu memberikan kesegaran pikiranku, gemericiknya
menentramkan kegelisahanku. Aku mendirikan dua kali rakaat dhuha. Berdoa pada
Sang Penggenggam Hati Manusia, hanya berharap padaNya. Kuselipkan doa untuk kedua
orang tuaku tercinta, guru-guruku, saudara-saudaraku di jalan dakwah, dan tak
lupa meminta petunjuk padaNya mengenai kabar yang baru saja aku terima. Karena
Ia yang akan menguatkanku dan memberikanku jawaban.
? ? ?
Sudah satu minggu berselang. Aku mulai yakin dengan
jawabanku, jawaban yang diberikan Allah dalam istikharahku. Aku menganmbil
telepon genggamku dan mengirimkan sebuah pesan kepada mbak Diana. Bismillahirrohmanirrohim, yaa muqollibal
quluub tsabbit qolbii ‘ala diinik wa tho’atik. Insya Allah, Allah telah
memberikan jawaban kepada Salwa mengenai proposal itu, Mbak. Kapan kira-kira
bisa Salwa sampaikan hal ini ke mbak Diana? Beberapa saat kemudian, layar handphoneku menunjukkan tulisan sent, pesan telah dikirim.
Subhanallah,
semoga jawaban ini jauh dari godaan syaiton ya, Nduk. Hari ini mbak free habis asar. Kalau
tidak keberatan, nanti kita keluar sekalian buka bersama. Pripun, Nduk? Pesan singkat balasan dari mbak Diana aku
terima. Aku mengiyakan.
? ? ?
“Pripun, Nduk? Sudah mantap dengan jawabannya?”
“Insya Allah, Mbak.”
“Bisa disampaikan?”
“Setelah beberapa kali istikharah, entah mengapa
tiba-tiba ada seseorang yang hadir dalam setiap mimpiku. Awalnya aku tak
melihatnya jelas, karena wajahnya nampak buyar. Tapi, dua hari malam yang lalu wajah
itu jelas terlihat dalam mimpiku, Mbak. Ternyata aku mengenalnya. Dalam
mimpiku, dia langsung menemui orang tuaku untuk mengkhitbahku. Dan kedua orang
tuaku menyetujuinya. Aku keheranan, dan aku bertanya padanya mengenai siapa
dia. Dia menjawab, aku yang telah mengirimkan proposal untukmu. Dia adalah
kakak kelasku SMA, namanya Adnan. Setelah aku bangun dan membuka proposal itu,
ternyata benar dugaanku, Mbak. Identitas pribadi itu mirip dengan mas Adnan. Ketika
awal menerima proposal ini aku sudah agak curiga bahwa aku sepertinya sedikit mengenali
identitas itu. Kemudian aku kembali istikharah, dan insya Allah hatiku sudah mantap.”
“Jawabannya apa, Nduk?”
“Insya Allah
aku menerima proposal itu.”
“Walaupun misalnya ini bukan orang yang anti maksud tadi?”
“Siapapun itu, Mbak. Lewat istikharahku, Allah memberikan
jawaban untuk menerima proposal itu.”
“Subhanallah,
Nduk. Semoga Allah memberikan kemudahan dalam setiap prosesmu mengarungi
bahtera rumah tangga nanti. Mbak merinding mendengar cerita anti.”
“Kenapa, Mbak?”
“Allah itu selalu menjawab doa-doa hambaNya yang
senantiasa dekat denganNya ya. Setelah anti menjawab kesediaan anti mengenai
proposal tadi, mbak mau menunjukkan sesuatu pada anti. Ini.” Mbak Diana
menyodorkan selembar kertas kepadaku. “Ini biodata lengkap proposal yang telah
anti terima.”
“Subhanallah.. Ini
nggak salah kan, Mbak?” tanyaku terkejut.
“Tidak, Nduk. Sama sekali tidak salah. Anti pasti
mengenali wajahnya, sepertinya memang orang ini yang baru saja anti ceritakan.
Namanya Muhammad Adnan, berasal dari sekolah yang sama dengan anti. Kakak
tingkat SMA anti.”
“Aku merinding, Mbak. Allahu
Akbar.” Air mataku tak bisa kubendung, air mataku meleleh. Jawaban Allah
memang tidak salah.
“Iya, Allah memberikan jawaban yang sesuai untuk anti.”
“Aku boleh cerita sesuatu, Mbak?” tanyaku sambil mengusap
air mataku.
“Boleh, Nduk. Ada apa?” tanya mbak Diana lembut.
“Sejujurnya, aku memendam rasa pada mas Adnan. Meski
beliau kuliah di luar kota, tapi beliau sering menanyakan perkembangan rohis
SMAku. Aku mengenalnya ketika beliau mengisi kajian di SMA, aku sangat kagum
dengannya. Tapi aku sama sekali tak pernah berbicara padanya. Hanya sekali aku
pernah berbalas komentar di facebook
itu pun di grup rohis SMA, dan membahas mengenai kegiatan Aktivis Dakwah
Sekolah. Itu saja, hanya sekali. Selebihnya aku tak pernah berinteraksi
dengannya.”
“Subhanallah,
nampaknya ini serupa dengan kisah Sayyidina Ali dan putri Rasulullah Fathimah
Az-Zahra ya, Nduk. Allah menyimpan perasaan anti baik-baik. Dan menjaga anti
supaya tidak terlena dengan permainan setan.”
“Mbak, proses ini tidak ada yang salah kan, ketika aku
sudah pernah mencintainya?” aku mulai ketakutan.
“Insya Allah
tidak, Nduk. Anti tidak berinteraksi lebih dari yang anti sampaikan barusan,
kan?” aku menggeleng. “Semoga rahmat Allah menghiasi setiap proses ini, Nduk.”
Aku memeluk erat mbak Diana, “Jazakillah, Mbak. Afwan kalau ada yang kurang berkenan atas aku
selama ini. Doakan aku semoga proses ini penuh berkah ya, Mbak.”
“Iya, Nduk. Barokallah
ya.” Mbak Diana menepuk pundakku lembut.
? ? ? Selesai ? ? ?
Langganan:
Postingan (Atom)