Pages

Senin, 22 Juli 2013

Anak Kader dan Kader Militan?




Iman tak dapat diwarisi
Dari seorang ayah yang bertaqwa
Ia tak dapat dijual-beli
Ia tiada di tepian pantai

Walau apapun caranya jua
Engkau mendaki gunung yang tinggi
Engkau berentas lautan api
Namun tak dapat jua dimiliki
Jika tidak kembali pada Allah
(Iman Mutiara, Raihan)

Mengawali artikel, saya sedikit memberikan alasan kenapa artikel  ini dibuat. Alasannya adalah sudah (terlalu) banyaknya pertanyaan yang muncul,
“Gimana sih rasanya jadi anak kader?”

Bagaimana rasanya??
Hmm, banyak sekali pertanyaan seperti ini yang sering sekali dilontarkan kepada kader yang memang baru mengenal tarbiyah ini (entah di kampus atau pun di masa sekolahnya) kepada seorang kader yang notabenenya memang dilahirkan dari keluarga yang sudah terkondisikan, ya istilahnya anak kader. 

Menurut saya, rasanya biasa-biasa saja. Seperti layaknya sebuah keluarga, tentu orang tua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Begitu juga orang tua yang memang sudah kader, mendidik anak-anak mereka untuk menjadi seseorang yang mereka inginkan yang tentunya hal itu adalah sesuatu yang baik.

Orang tua yang sudah kader mendidik anak-anaknya dengan mengondisikan keadaan rumah dengan suasana yang mereka harapkan. Anak-anak dididik untuk bisa tilawah setiap hari, qiyamul lail, bahkan ada semacam target yang mengharuskan mereka untuk menghafalkan sekian juz dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Tak hanya itu, hampir semua kegiatan dikontrol dengan baik oleh orang tua. Mulai dari perilaku keseharian, pelajaran di sekolah atau di kampus, bahkan sampai pergaulan. Orang tua senantiasa memberikan rambu-rambu kepada anak-anaknya untuk bisa benar-benar dilakukan.

Saya rasa hal tersebut juga dilakukan oleh semua orang tua untuk mendidik dan menjaga anak-anaknya. Namun yang sedikit membedakan adalah suasana rumah yang telah “terkondisikan” dengan baik. Batas-batas yang diberlakukan pun memang berbeda. Selain itu, orang tua tak hanya meminta anak-anaknya melakukan hal ini ataupun hal itu, tapi juga memberikan contoh kepada anak-anaknya.

Dan banyak sekali yang beranggapan, pasti kalau anak kader luar biasa ya. Pemahamannya luar biasa, hafalannya jos, dan asumsi-asumsi lain yang serupa.
Orang-orang (non anak kader) sering mengatakan hal ini, karena mereka pikir keadaan orang tua yang baik akan menurun ke anak-anaknya.

Hal itu memang tak sepenuhnya salah, tapi juga tak sepenuhnya benar. Ada peristiwa yang mengatakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya, mungkin bisa diimplementasikan pada hal ini. Namun bisa juga tidak, ingat iman tidak dapat diwarisi. Semua bergantung pada diri kita masing-masing. Toh, kita sama-sama sudah dewasa, dan tentu bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.


Sekarang ingin memunculkan pertanyaan yang selama ini berputar-putar di benak saya, lebih tepatnya mungkin pernyataan. “Subhanallah, luar biasa ya mereka yang bukan terlahir dari keluarga kader, tapi bisa menjadi kader militan seperti saat ini.

Nah, inilah sesuatu yang selama ini terbayang-bayang di benak saya. Merasa sangat kagum dengan mereka yang sungguh luar biasa. Mereka dididik oleh lingkungan sekitar, bukan sejak kecil layaknya anak kader, tapi bisa menjadi sosok yang meneduhkan, bahkan terlalu sering membuat hati ini terenyuh mendengar, menyaksikan kemilitansian mereka.

Mereka yang merasakan dahulu berada di “masa jahiliyah” saat ini sudah mentransformasikan dirinya menjadi kader yang sangat militan. Aktivitas luar biasa, amanah tak terhitung dan hafalannya joss. Bikin iri pokoknya.

Mungkin yang sering mereka keluhkan, bagaimana bisa mengondisikan keluarga untuk menerima bahkan mengikuti yang mereka lakukakan. Tentu dengan memberikan keteladanan, kita bisa mengarahkan keluarga kita. Tak perlu banyak beretorika apabila tak ada action.

Anak kader maupun kader –non anak kader- itu sama saja menurut saya. Yang mempengaruhi penilaian kita di hadapan Allah bukan dari keturunan siapakah kita, tapi dari kedaan diri kita masing-masing. Apakah sudah melakukan amalan sesuai dengan yang Allah mau atau belum.

Yuk, sama-sama memperbaiki diri kita. Berlomba-lomba dalam kebaikan, fastabiqul khoirot.

Afwan jika ada yang kurang berkenan ^_^

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger