Katanya amanah itu tak boleh diminta, tapi bolehkah aku
memilih??
Katanya amanah itu dibebankan untuk pundak yang tepat,
tapi bolehkah aku berharap??
Entahlah, akhir-akhir ini begitu galau dengan amanah yang
baru saja diberikan untuk pundak yang lemah ini. Amanah-amanah yang bagiku
sangat berat dan aku hanya berharap Allah memberikan kekuatan bagi pundakku
agar mampu menopangnya. Dalam satu minggu aku diminta untuk menjadi bagian
dalam struktural (inti) dua buah organisasi yang membuatku jatuh cinta terhadap
keduanya. Organisasi yang membuatku tak mampu memilih salah satu di antara
keduanya. Dengan posisi yang sama, menjadi sekretaris departemen.
Untuk amanah yang datang pertama aku sudah menebaknya dan
tebakanku benar, bahkan untuk ketua departemennya pun aku sudah bisa
menebaknya. Karena memang kami pernah berada dalam amanah yang sama. Meski agak
sedikit ragu, tapi aku berusaha untuk memantapkan hatiku bahwa aku bisa dan aku
mampu. Karena partner amanahku tidak diragukan lagi kapasitasnya di departemen
yang akan kami gawangi. Dan insya Allah tidak
ada masalah yang akan membersamai amanah kami di organisasi ini.
Selanjutnya untuk amanah kedua, yang sampai detik ini aku
masih sangat ragu. Keraguan itu sudah hadir semenjak aku ‘dipinang’ untuk
berada dalam amanah ini. Amanah yang berat, bahkan sangat berat. Aku sangat
ragu, karena aku (bisa dianggap) sama sekali tidak memahami departemen ini. Apalagi
mengingat posisiku yang dijadikan sebagai sekretaris departemen, yang –kata mereka-
dianggap mampu untuk berada dalam posisi ini. Kegalauanku pun memuncak, ketika
sosialisasi PH+ ternyata departemenku belum mendapatkan ketua, bayangkan saja
di saat aku tengah galau dengan posisiku sebagai sekretaris departemen yang tak
paham seluk belum departemen ini aku belum memiliki seorang ketua.
Seusai sosialisasi, aku mengirimkan sebuah pesan singkat
kepada orang yang memang sudah paham dengan departemen tersebut. Setelah aku
menyampaikan kegalauanku tentang ketidakpahamanku terhadap kerja departemen
tersebut, aku dipersilakan untuk bisa berdiskusi dengannya dan aku pun
mengiyakan. Akhirnya aku berdiskusi dengan dua orang yang memang mereka sudah
sangat paham sekali dengan departemen tersebut, pikiranku pun terbuka dan aku
mulai memahami departemen tersebut. Di akhir diskusi aku menanyakan mengenai
kepastian siapa yang akan menjadi ketua departemenku, aku sangat teringat
jawaban yang dilontarkan dengan candaan oleh mereka berdua, “Lha Asma’ maunya siapa?” aku menjawab, “terserah mau siapa saja, asal jangan si X”.
“Lho, lha kenapa? Atau kalau nggak nemu
kadep, Asma’ yang jadi kadepnya ya..” aku pun menjawab dengan mantap, “nggak mau, terlalu berat berada dalam posisi
itu.” Meski jawaban mereka nampak tidak serius, tapi aku menganggapnya
serius, karena ini amanah yang menurutku sangat berat. “ditunggu 6 hari lagi,” jawab mereka serius tapi masih dengan
suasana bercanda. Aku terdiam...
Setelah 6 hari aku menunggu kepastian, aku menanyakan
mengenai kepastian ketua departemenku melalui pesan singkat. Ternyata masih
belum dapat juga, aku menghela napas panjang sambil kembali aku memberikan
pernyataan, “asal jangan si X” karena
sepertinya kemungkinan si X untuk menjadi ketua departemen itu sangat besar. Kembali
lagi aku ditanya apa alasannya, aku menjawab sejujurnya dan alasan yang
kuberikan adalah alasan syar’i yang
sama sekali tidak mengada-ada. Alasan karena pemikiranku dan pemikiran si X
tidak sejalan, bahkan pemikiran si X itu terlalu frontal bahkan sampai (mungkin)
sampai bisa menjadi boomerang bagi
organisasi ini. Alasanku itu pun diterima, tapi ini sudah menjadi keputusan
syuro dan insya Allah dengan si X itu
dilibatkan lebih dalam organisasi ini dia akan membaik keadaannya, jawab pesan
singkat yang kukirimkan tadi. Artinya, kemungkinan besar memang si X itu yang
akan menjadi ketua departemenku walaupun itu bukan keputusan akhir. Dan....
rasanya ingin sekali menangis.
Aku mencintai organisasi ini sehingga aku menginginkan
yang terbaik (menurutku) untuk organisasi, aku tidak rela kalau organisasi ini
berada di tangan yang tidak tepat. Tapi aku (masih) berharap bahwa bukan dia
yang menjadi ketua departemen ini. Apakah karena aku merasa tidak siap, atau
memang karena nyaliku yang kerdil,, entahlah..
Ya Rabb,,, bolehkah aku meminta... berikan yang terbaik
untuk kami...
Aku jadi teringat sebuah potongan ayat yang terdapat
dalam QS. Al-Baqarah: 216, “boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu
baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik
bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Terkadang kita menganggap yang kita
lakukan itu baik jika menguntungkan, terkadang juga menganggap tidak baik jika
merugikan. Tapi ingat Allah Maha
Tahu atas segala hal….
Astaghfirullah,, wallahu a’lam bishawab.