Bersama Kesulitan Ada Kemudahan

andai perjuangan ini mudah,pasti ramai menyertainya.. andai perjuangan ini singkat,pasti ramai yang istiqamah.. andai perjuangan ini menjanjikan kesenangan dunia,pasti ramai tertarik padanya.. tapi hakikat perjuangan bukan begitu,turun naiknya,sakit pedihnya,umpama kemanisan yang tak terhingga.. andai rebah,bangkitlah semula.. andai terluka,ingatlah janjiNya.. yakinkan dalam diri, bersama kesulitan ada kemudahan.

Kalimasada

Bersama mereka aku meniti tangga dakwah di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Rohis Kalimasada, Menapaki Asa Menuju Cita Mulia.

Linguabase

Aku menemukan cinta di sini. bahagia bersama pengusung dakwah di fakultasku tercinta, Fakultas Bahasa dan Seni. Menemukan saudara-saudara seperjuangan yang luar biasa.

KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia)

Semua rasa ada di KAMMI, aku mendapatkan semua pembelajaran dari KAMMI. Meski kredo KAMMI terlalu sempurna, tapi aku ingin berupaya untuk itu.. Kami adalah putra-putri kandung dakwah, akan beredar bersama dakwah ini kemanapun perginya..

Yang Bersabuk Dua

Julukan yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Asma' binti Abu Bakar. Aku ingin menjadi sosok seperti Asma' binti Abu Bakar, sosok muslimah tangguh yang cerdas dan berani.

Pages

Minggu, 16 Februari 2014

Jadwal Pemilu 2014


Pemilu Legislatif :
1. Tgl 16 Maret - 05 April : Masa Kampanye
2. Tgl 06 - 08 April : Masa Tenang
3. Tgl 09 April : Pemungutan Suara
4. Tgl 07 - 09 Mei : Penetapan Hasil Pemilu Nasional
5. Tgl 11 - 17 Mei : Penetapan Perolehan Kursi & Calon terpilih Anggota DPR dan DPD
6. Bln Juli - Oktober : Pengucapan Sumpah Janji

Pemilu Pres & Wapres :
1. Tgl 16 - 13 Mei : Penetapan DPT Nasional
2. Tgl 10 - 16 Mei : Pendaftaran Paslon
3. Tgl 05 - 09 Juni : Penetapan Paslon
4. Tgl 14 Juni - 05 Juli : Masa Kampanye
5. Tgl 06 - 08 Juli : Masa Tenang
6. Tgl 09 Juli : Pemungutan Suara
7. Tgl 26 - 28 Juli : Penetapan Hasil Pemilu
8. Tgl 29 - 31 Juli : Pengajuan Gugatan Perselisihan Pemilu
9. Tgl 02 - 13 Agust : Penetapan Hasil Pemilu Pasca. Putusan MK
10. Tgl 15 - 24 Agust : Kampanye Putaran II
11. Tgl 09 Sept : Pemungutan Suara Putara II
12. Tgl 26 - 27 Sept : Penetapan Hasil Pemilu Putaran II
13. Tgl 27 - 29 Sept : Pengajuan Gugatan Perselisihan Pemilu Putaran II
14. Tgl 09 Okt : Penetapan Hasil Pemilu Pasca Putusan MK
15. Tgl 20 Okt : Pelantikan Pres dan Wapres terpilih. 

Minggu, 09 Februari 2014

Merajut Kepingan Hati


Assalamu’alaikum. Nduk, lagi di kos tidak?” sapa mbak Diana dari balik telepon genggamku.

Wa’alaikumussalam warohmatullah. Iya, Mbak. Ini lagi di kos, sedang beres-beres kamar. Pripun, mbak?” jawabku lembut.

“Mbak mau main ke kos sekarang bisa? Ada hal penting yang ingin mbak sampaikan.”

“Iya, Mbak. Ke kos aja. Memangnya ada hal penting apa mbak?” tanyaku penasaran.

“Nanti mbak sampaikan secara langsung saja ya. Mbak ke kos anti sekarang.” Balas mbak Diana lembut.

“Iya, Mbak.”

Assalamu’alaikum.” Mbak Diana menutup pembicaraan kami di telepon genggam.

Wa’alaikumussalam warohmatullah.” Aku menjawab dengan tanda tanya yang berterbangan di kepalaku, aku penasaran.

Ah, ya sudahlah. Nanti aku juga tahu apa yang akan disampaikan mbak Diana padaku. Lebih baik aku melanjutkan membereskan kamarku dan menyiapkan jajanan dan minum untuk menjamu kedatangan mbak Diana. Mbak Diana adalah murobiku, sudah hampir dua tahun ini aku menjadi mutarobinya. Orangnya sangat lembut, menyenangkan dan pekataannya sangat menyentuh hati. Di lingkaran kecilku, mbak Diana benar-benar bisa memosisikan dirinya sebagai guru, orang tua, bahkan sahabat kami. Mbak Diana sudah menikah ketika ia berusia 23 tahun, dan kini usianya telah menginjak 27 tahun. Memiliki dua orang mujahid kecil yang lucu dan menggemaskan, namanya Salman dan Asma. Terkadang si kecil Asma yang masih berusia tujuh bulan diajaknya ketika mengisi lingkaran kecil kami, lucu sekali.

Assalamu’alaikum.” Mbak Diana mengetuk pintu kosku.

Wa’alaikumussalam warohmatullah. Iya, Mbak. Sebentar.” Aku sudah sangat mengenali suara mbak Diana, sehingga aku sudah mengetahui bahwa yang datang adalah mbak Diana. Aku membukakan pintu dan mempersilakan mbak Diana masuk. “Mau di sini atau di kamarku saja, Mbak?”

“Di kamar saja, Nduk.” Jawab mbak Diana pelan-pelan. Sepertinya yang akan dibicarakan adalah sesuatu yang penting.

“Ya sudah, ayo mbak kita ke kamarku.” Aku menutup pintu kos dan berjalan di belakang mbak Diana menuju kamarku.

“Mbak sudah sarapan?” tanyaku.

“Sudah, tadi sekalian masak buat orang-orang rumah.” Mbak Diana menatapku, air mukanya teduh sekali.

“Ini sedikit jajanan. Afwan ya mbak, hanya ini yang bisa kuhidangkan. Maklum anak kos.” Aku menyodorkan biskuit kering dan teh hangat untuk mbak Diana.

Jazakillah ya, Nduk.” Mbak Diana meminum seteguk teh hangat buatanku. Ia kembali menatap padaku. 

“Usia anti berapa, Salwa?”

“22 tahun, Mbak.” Jawabku singkat.

“22 tahun ya.”

“Iya, Mbak.”

Barokallah, Nduk. Ternyata di usiamu yang masih cukup muda Allah menjawab doa-doamu. Kemarin sore ada seorang ikhwan yang mengajukan proposal untuk anti. Usianya 25 tahun, insya Allah dia aktivis dakwah yang luar biasa. Kalau anti tidak keberatan, proposal anti mbak sampaikan ke ikhwan tersebut.” Mbak Diana mengusap lembut punggungku.

Deg! Masya Allah... Aku sama sekali tak menduga bahwa ada seorang ikhwan yang mengajukan proposalnya untukku. “Aku tak bisa menjawab hari ini, Mbak.” Jawabku lirih, mataku berkaca-kaca. “Kalau boleh tahu apakah aku mengenalnya, Mbak?”

“Anti bisa menjawabnya satu minggu lagi, istikharah ya, Nduk. Untuk masalah anti kenal dengannya atau tidak, mbak kurang tahu. Beliau berasal dari luar kota, lulusan Universitas Indonesia. Sekarang dia bekerja di Bekasi. Tapi asalnya sama denganmu, dari Yogyakarta.” Mbak Diana menyerahkan sebuah map plastik berwarna hijau. “Ini proposalnya, bisa dilihat dan mintalah petunjuk kepada Allah.”

Aku terdiam sejenak. Tak ada kata yang mampu aku keluarkan. Air mataku mengalir lembut. Aku gemetar memegang map itu. Antara siap dan tidak siap untuk menikah di usia yang masih cukup muda ini. Siapkah aku.

“Mbak percaya anti bisa memutuskan. Menikah sekarang atau nanti sama saja, Allah yang telah menentukan jodoh untukmu.” Mbak Diana kembali tersenyum, sembari meminum teh hangat yang sepertinya mulai dingin. “Mbak tunggu jawaban anti satu minggu lagi ya, Nduk?”

“Iya, Mbak. Insya Allah.” Mataku masih basah.

“Skripsinya anti bagaimana kabarnya?” tanya mbak Diana mengalihkan pembicaraan.

Alhamdulillah sudah selesai, Mbak. Dua hari yang lalu baru diACC. Insya Allah dua minggu lagi ujian, Mbak. Doakan ya, Mbak.”

“Wah, Barokallah, Nduk. Kok nggak bilang ke mbak kalau sudah diACC skripsinya? Mau ngasih kejutan ya?”

Aku tersenyum, “Iya, Mbak. Sebenarnya aku mau bilangnya besok. Sekalian bilang ke teman-teman di lingkaran.”

“Berarti ini teman-teman juga belum pada tahu ya? Wah, benar-benar kejutan ini.”

Aku kembali tersenyum. Pikiranku masih berkutat dengan proposal yang baru saja mbak Diana sampaikan padaku.

“Mbak pulang dulu ya, Nduk. Sudah ada agenda lain yang menunggu. Afwan kalau ada yang kurang berkenan. Insya Allah apapun keputusan anti nantinya, itu atas kehendak Allah.”

“Iya, Mbak. Insya Allah.”

Assalamu’alaikum.

“Wa’alaikumussalam warohmatullah. Titip salam buat Salman dan Asma ya, Mbak. Kangen dengan mereka.”

“Iya, Insya Allah.

“Hati-hati, Mbak.” Mbak Diana tersenyum padaku.

? ? ?

Kubaca proposal tersebut secara mendetail, aku tak ingin ada yang terlewat satu pun. Sepertinya aku tak asing dengan beberapa hal yang ditulis dalam proposal ini. Meski dalam proposal ini identitas pribadi tidak ditulis secara lengkap, tapi aku nampak bisa mengenalinya. Aku terdiam, kuletakkan proposal itu di atas rak buku. Aku bergegas mengambil air wudhu untuk mengerjakan salat sunnah dhuha.

Air wudhu memberikan kesegaran pikiranku, gemericiknya menentramkan kegelisahanku. Aku mendirikan dua kali rakaat dhuha. Berdoa pada Sang Penggenggam Hati Manusia, hanya berharap padaNya. Kuselipkan doa untuk kedua orang tuaku tercinta, guru-guruku, saudara-saudaraku di jalan dakwah, dan tak lupa meminta petunjuk padaNya mengenai kabar yang baru saja aku terima. Karena Ia yang akan menguatkanku dan memberikanku jawaban.

? ? ?

Sudah satu minggu berselang. Aku mulai yakin dengan jawabanku, jawaban yang diberikan Allah dalam istikharahku. Aku menganmbil telepon genggamku dan mengirimkan sebuah pesan kepada mbak Diana. Bismillahirrohmanirrohim, yaa muqollibal quluub tsabbit qolbii ‘ala diinik wa tho’atik. Insya Allah, Allah telah memberikan jawaban kepada Salwa mengenai proposal itu, Mbak. Kapan kira-kira bisa Salwa sampaikan hal ini ke mbak Diana? Beberapa saat kemudian, layar handphoneku menunjukkan tulisan sent, pesan telah dikirim.

Subhanallah, semoga jawaban ini jauh dari godaan syaiton ya, Nduk. Hari ini mbak free habis asar. Kalau tidak keberatan, nanti kita keluar sekalian buka bersama. Pripun, Nduk?  Pesan singkat balasan dari mbak Diana aku terima. Aku mengiyakan.

? ? ?

“Pripun, Nduk? Sudah mantap dengan jawabannya?”

“Insya Allah, Mbak.”

“Bisa disampaikan?”

“Setelah beberapa kali istikharah, entah mengapa tiba-tiba ada seseorang yang hadir dalam setiap mimpiku. Awalnya aku tak melihatnya jelas, karena wajahnya nampak buyar. Tapi, dua hari malam yang lalu wajah itu jelas terlihat dalam mimpiku, Mbak. Ternyata aku mengenalnya. Dalam mimpiku, dia langsung menemui orang tuaku untuk mengkhitbahku. Dan kedua orang tuaku menyetujuinya. Aku keheranan, dan aku bertanya padanya mengenai siapa dia. Dia menjawab, aku yang telah mengirimkan proposal untukmu. Dia adalah kakak kelasku SMA, namanya Adnan. Setelah aku bangun dan membuka proposal itu, ternyata benar dugaanku, Mbak. Identitas pribadi itu mirip dengan mas Adnan. Ketika awal menerima proposal ini aku sudah agak curiga bahwa aku sepertinya sedikit mengenali identitas itu. Kemudian aku kembali istikharah, dan insya Allah hatiku sudah mantap.”

“Jawabannya apa, Nduk?”

Insya Allah aku menerima proposal itu.”

“Walaupun misalnya ini bukan orang yang anti maksud tadi?”

“Siapapun itu, Mbak. Lewat istikharahku, Allah memberikan jawaban untuk menerima proposal itu.”

Subhanallah, Nduk. Semoga Allah memberikan kemudahan dalam setiap prosesmu mengarungi bahtera rumah tangga nanti. Mbak merinding mendengar cerita anti.”

“Kenapa, Mbak?”

“Allah itu selalu menjawab doa-doa hambaNya yang senantiasa dekat denganNya ya. Setelah anti menjawab kesediaan anti mengenai proposal tadi, mbak mau menunjukkan sesuatu pada anti. Ini.” Mbak Diana menyodorkan selembar kertas kepadaku. “Ini biodata lengkap proposal yang telah anti terima.”

Subhanallah.. Ini nggak salah kan, Mbak?” tanyaku terkejut.

“Tidak, Nduk. Sama sekali tidak salah. Anti pasti mengenali wajahnya, sepertinya memang orang ini yang baru saja anti ceritakan. Namanya Muhammad Adnan, berasal dari sekolah yang sama dengan anti. Kakak tingkat SMA anti.”

“Aku merinding, Mbak. Allahu Akbar.” Air mataku tak bisa kubendung, air mataku meleleh. Jawaban Allah memang tidak salah.

“Iya, Allah memberikan jawaban yang sesuai untuk anti.”

“Aku boleh cerita sesuatu, Mbak?” tanyaku sambil mengusap air mataku.

“Boleh, Nduk. Ada apa?” tanya mbak Diana lembut.

“Sejujurnya, aku memendam rasa pada mas Adnan. Meski beliau kuliah di luar kota, tapi beliau sering menanyakan perkembangan rohis SMAku. Aku mengenalnya ketika beliau mengisi kajian di SMA, aku sangat kagum dengannya. Tapi aku sama sekali tak pernah berbicara padanya. Hanya sekali aku pernah berbalas komentar di facebook itu pun di grup rohis SMA, dan membahas mengenai kegiatan Aktivis Dakwah Sekolah. Itu saja, hanya sekali. Selebihnya aku tak pernah berinteraksi dengannya.”

Subhanallah, nampaknya ini serupa dengan kisah Sayyidina Ali dan putri Rasulullah Fathimah Az-Zahra ya, Nduk. Allah menyimpan perasaan anti baik-baik. Dan menjaga anti supaya tidak terlena dengan permainan setan.”

“Mbak, proses ini tidak ada yang salah kan, ketika aku sudah pernah mencintainya?” aku mulai ketakutan.

Insya Allah tidak, Nduk. Anti tidak berinteraksi lebih dari yang anti sampaikan barusan, kan?” aku menggeleng. “Semoga rahmat Allah menghiasi setiap proses ini, Nduk.”

Aku memeluk erat mbak Diana, “Jazakillah, Mbak. Afwan kalau ada yang kurang berkenan atas aku selama ini. Doakan aku semoga proses ini penuh berkah ya, Mbak.”

“Iya, Nduk. Barokallah ya.” Mbak Diana menepuk pundakku lembut.


? ? ?  Selesai  ? ? ?

Sabtu, 08 Februari 2014

Mahasiswa Seutuhnya


Tak semua orang bisa menjadi seorang mahasiswa. Mahasiswa -yang katanya- kaum intelektual saat ini banyak yang tidak benar-benar seorang mahasiswa. Dari mulai tingkah lakunya, cara berbicaranya, bahkan cara berpikirnya jauh dari kata mahasiswa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,  arti dari kata mahasiswa adalah orang yg belajar (pelajar) di perguruan tinggi. Jadi seharusnya mahasiswa itu benar-benar bisa bersikap dewasa dibanding siswa sekolah. Sehingga terkadang aku berpikir, sudahkah aku menjadi mahasiswa yang seutuhnya?

Menjadi mahasiswa merupakan salah satu kebanggan yang bisa kuhadiahkan untuk kedua orang tuaku, karena ku tahu tak semua orang bisa menjadi mahasiswa. Menjadi mahasiswa yang seutuhnya, bagaimana ini? Aku hanya ingin sedikit berbagi cerita tentang bagaimana usahaku untuk menjadi mahasiswa seutuhnya.

Pada tahun pertama aku kuliah, aku ngelaju -bolak-balik kampus- untuk menimba ilmu di kampus. Jarak dari rumah ke kampus cukup jauh, sekitar 45 menit kalau naik motor dengan kecepatan 60 km/jam, tapi kalau naik angkot bisa hampir 2 jam karena angkot yang ngetem dan jalannya lama banget. Aku senang menjadi mahasiswa, apalagi di tahun perdanaku ini. Aku bebas berekspresi, aku bebas menjadi apa yang kumau, pikirku. Di tahun pertamaku ini aku sangat semangat untuk kuliah bahkan tak hanya kuliah yang kulakukan tapi aku juga mengikuti empat organisasi di kampus, maklum namanya juga mahasiswa baru yang ingin mencicipi organisasi di kampus. Apalagi dunia kampus jauh berbeda dengan dunia sekolah, individualitas yang sangat tinggi. Tapi Alhamdulillah aku menemukan lingkungan yang cukup nyaman, sehingga hanya ada rasa ukhuwah yang membumbui setiap interaksi.

Aku tak ingin menjadi mahasiswa kupu-kupu alias kuliah pulang-kuliah pulang, tak ada sesuatu yang membangkitkan semangat di kampus kalau seperti itu, aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan menjadi mahasiswa apalagi di tahun pertamaku ini.

Untuk tahun pertamaku menjadi mahasiswa bisa dikatakan aku memiliki aktivitas yang cukup padat, dan dari sinilah aku belajar mengatur waktuku dengan baik. Aku berangkat ke kampus dari rumah pukul 05.00 dan sampai kampus pukul 06.00 karena biasanya ada syuro atau rapat di pagi hari. Kemudian kuliah pukul 07.00 sampai pukul 15.00, meski tidak full tapi kurang lebih seperti itulah jadwal kuliahku di tahun pertamaku. Seusai kuliah aku langsung melaju kendaraanku untuk mengajar TPQ di kompleks Bea Cukai Semarang. Mengajar TPQ dari pukul 16.00 sampai maghrib menjelang. Setelah pulang ke rumah aku bersih diri, salat dan berisitirahat sejenak. Karena pukul 18.30 aku harus ngelesi sampai pukul 20.00. Setelah pulang ngelesi aku baru makan malam dan mengerjakan tugas kampus. Itulah rutinitas yang kulakukan hampir setiap hari. Kalau dipikir-pikir, kok bisa ya aku melakukan hal itu. Memulai aktivitas pukul 05.00 dan baru beristirahat pukul 20.00. Aku terkadang khawatir dengan hasil dengan hasil UASku, karena jujur aku jarang belajar kalau memang tak ada tugas. Apalagi dengan rutinitas yang menurutku sangat padat itu terkadang aku langsung tidur setelah pulang ngelesi karena badan yang terasa sangat lelah. Tapi Allah memang sayang padaku, aku teringat dengan janjiNya yang berada di QS. Muhammad: 7. Saat yudisium pertamaku, aku diberikan kesempatan untuk mendapatkan indeks prestasi pertama dengan predikat cumlaude. Alhamdulillah..Tapi di semester kedua indeks prestasiku turun drastis, tidak lagi cumlaude meski masih di tingkat aman (lebih dari 3,0) karena mungkin aku terlalu bersemangat berorganisasi sehingga jarang sekali belajar apalagi menjelang UAS.

Di tahun kedua aku memutuskan untuk ngekos, karena jarak rumah-kampus cukup jauh dan bisa dibilang cukup melelahkan. Di kos inilah aku -kata orang- menjadi seorang aktivis, aktivis organisasi tentunya. Karena amanahku di organisasi bertambah, bukan bertambah secara kuantitas tapi bertambah bebannya. Aku mengikuti empat organisasi (2 organisasi da’awi, 1 organisasi siyasi, 1 organisasi ilmi), beberapa organisasi yang kuikuti di tahun keduaku ini berbeda. Tapi posisinya bisa dibilang strategis secara struktur keorganisasian. Dari empat organisasi ini, aku berada di posisi PH+. Jujur, cukup berat apalagi di pertengahan periode kepengurusan karena banyaknya pengurus yang mulai bergelimpangan. Meski rutinitas tak sepadat ketika di tahun pertama, aku merasakan tahun kedua ini cukup berat. Karena tugas kuliah yang semakin menggunung dan kerja-kerja amanah yang tak ada henti-hentinya. Di tahun kedua ini aku mengajar sebuah TPQ kecil di dekat kampus, setelah ditawari oleh seorang mbak dan aku mengiyakan. Aktivitasku dimulai pukul 06.00 dan berakhir pada waktu maghrib, terkadang ada rapat yang mengharuskanku pulang hingga larut malam atau bahkan pagi, pulang rapat pukul 23.00 atau bahkan pukul 03.00 itu membuatku mulai terbiasa. Pada tahun ini aku cukup bisa mengatur waktuku, meski tak sesempurna yang kuinginkan. Dan aku cukup menikmati ritme di semester tiga dan empat ini. Hasilnya pun kutuai dengan indeks prestasi yang meningkat. Sekali lagi, aku percaya dengan janji Allah yang termaktub dalam QS. Muhammad: 7.

Di tahun ketigaku inilah semuanya kembali bergejolak. Masih dengan suasana ngekos, meski dengan kos yang berbeda. Berbeda dengan kos sebelumnya yang memang aku termasuk anak kos yang masih “diasuh” oleh mbak-mbak kos yang lebih tua, tapi di kos yang baru ini aku merupakan mahasiswa dengan semester paling tua, padahal baru semester 5. Penghuni kos ini ada 8 orang, separuh dari jumlah kosku pertama yang berjumlah 16 orang. Di kos yang baru ini ada aku dan sahabatku, Arum yang kita seangkatan. Kemudian satu orang adik semester 3 dan sisanya semester 1. Bayangkan saja, di kos ini aku dan Arum harus “mengasuh” adik-adik kos yang lain. Karena memang aku tinggal di kos binaan, sehingga sistem pembinaan harus berjalan dengan baik. Arum sebagai PJ pembinaan dan aku sebagai ketua kos. Amanah tambahan di semester ini yang menurutku cukup rumit, tapi kusikapi dengan menyenangkan. Karena amanah itu akan terasa indah kalau dijalankan, bukan sekadar diratapi. Di semester ini tugas kuliah semakin menggunung, apalagi aku mengambil mata kuliah drama yang di mata kuliah ini sangat menguras tenaga, pikiran bahkan materi. Beberapa amanah mulai tak fokus, meski aku berusaha untuk fokus. Tugas-tugas kuliah pun mulai keteteran, bahkan untuk mengerjakan tugas pun kalau nggak the power of kepepet nggak bakalan jadi itu tugas. Mata kuliah drama ini sangat menguras tenaga, bagaimana tidak, hampir setiap hari latihan drama dari pukul 19.30 sampai pukul 23.00 tak jarang kami harus pulang pukul 03.00 pagi. Dan pagi sampai maghrib harus beraktivitas untuk kuliah dan organisasi.

Bahkan di akhir-akhir semester empat ini aku mengalami kekacauan yang luar biasa. Karena (mungkin) terlalu lelah dengan drama itu. Semua tugas tertumpuk dan semuanya hanya digarap dalam waktu semalam suntuk ketika deadline adalah esok harinya. Hingga menjelang yudisium aku benar-benar khawatir dengan indeks prestasiku. Karena aku merasa sangat tidak maksimal dalam menjalani semester ini. Manajemen waktu yang nyaris kacau, entahlah. Hingga pada saat yudisium pun aku sangat takut, takut ketika indek prestasiku merosot tajam. Ketika aku membuka hasil yudisiumku.. deg! Nilaiku justru meningkat tajam, alhamdulillah nilai cumlaude berhasil kukantongi kembali. Aku kembali teringat janjiNya, QS. Muhammad: 7. Aku merasakan benar-benar janji Allah ini.. Ya Allah, semoga indeks prestasiku kembali meningkat dan barokah. Aaamiin...

Jadi, yuk kita bersama-sama berusaha menjadi mahasiswa seutuhnya. Mahasiswa dengan indeks prestasi baik, organisasi lancar dan berada di jalan dakwah. Insya Allah..

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menolong agama Allah maka Allah akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.

QS. Muhammad: 7

Powered By Blogger