Bersama Kesulitan Ada Kemudahan

andai perjuangan ini mudah,pasti ramai menyertainya.. andai perjuangan ini singkat,pasti ramai yang istiqamah.. andai perjuangan ini menjanjikan kesenangan dunia,pasti ramai tertarik padanya.. tapi hakikat perjuangan bukan begitu,turun naiknya,sakit pedihnya,umpama kemanisan yang tak terhingga.. andai rebah,bangkitlah semula.. andai terluka,ingatlah janjiNya.. yakinkan dalam diri, bersama kesulitan ada kemudahan.

Kalimasada

Bersama mereka aku meniti tangga dakwah di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Rohis Kalimasada, Menapaki Asa Menuju Cita Mulia.

Linguabase

Aku menemukan cinta di sini. bahagia bersama pengusung dakwah di fakultasku tercinta, Fakultas Bahasa dan Seni. Menemukan saudara-saudara seperjuangan yang luar biasa.

KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia)

Semua rasa ada di KAMMI, aku mendapatkan semua pembelajaran dari KAMMI. Meski kredo KAMMI terlalu sempurna, tapi aku ingin berupaya untuk itu.. Kami adalah putra-putri kandung dakwah, akan beredar bersama dakwah ini kemanapun perginya..

Yang Bersabuk Dua

Julukan yang diberikan oleh Rasulullah SAW kepada Asma' binti Abu Bakar. Aku ingin menjadi sosok seperti Asma' binti Abu Bakar, sosok muslimah tangguh yang cerdas dan berani.

Pages

Jumat, 17 Februari 2012

[episode 11] Meletakkan Cinta




Hmmh.. aku menarik nafas panjang, kuberanikan diri untuk menjawab pertanyaan mbak Ica. “Tadi saat aku bertanya pada akh Yusuf, aku yakin bahwa apa yang aku lakukan benar mbak. Karena rasa penasaranku telah bergemuruh dalam dadaku. Iya, aku memang bukan siapa-siapanya akh Yusuf. Benar juga apa yang ditanyakan mbak Ica, aku juga belum mengenal sosok akh Yusuf itu bagaimana.”

“Apakah benar-benar yakin dengan keputusan tadi itu?” nampaknya mbak Ica belum puas dengan jawabanku.

Aku hanya dapat mengangguk perlahan, mbak Ica membuatku semakin bingung. “Sebenarnya memang ada sedikit rasa ragu untuk menanyakan hal ini pada akh Yusuf mbak.”

“Nah, sudah tahu begitu kenapa ditanyakan, dek Farah manis..?” mbak Ica memandangku. Aku menghindari bertatap dengan mata bulatnya.

“Tapi aku penasaran mbak...” aku mulai membela diriku, nada rendah kusampaikan dengan suara gemetar.

“Begini dek Farah sayang, anti sadarkan dengan apa yang anti lakukan ini? Tidak baik menanyakan sesuatu yang seperti itu kepada lawan jenis. Kalau memang anti penasaran, tanyakan dulu pada mbak-mbak atau teman akhwat yang lain. Karena apa, ketika anti menanyakan hal itu bukankah seakan-akan juga tidak ada hijab antara anti dan akh Yusuf? Ber-sms dengan lawan jenis itu ada batasnya. Selama tidak penting, lebih baik tidak saling mengirim atau membalas sms tersebut. Bagaimana?” mbak Ica menjelaskan tentang apa yang seharusnya kulakukan. Aku hanya bisa diam membisu.

“Tapi bukannya apa yang dilakukan akh Yusuf itu salah mbak? Dia tidak menjaga hijabnya dengan lawan jenis. Apalagi akh Yusuf itu ketua BEM yang juga anak rohis yang seharusnya mengetahui bagaimana menjaga hijab itu. Di sini aku memosisikan diri untuk mengingatkannya, mbak..”

“Bukan dengan cara seperti ini anti mengingatkan, adek sayang. Lebih baik,

Jumat, 10 Februari 2012

[episode 10] Meletakkan Cinta



Nggak kenapa-kenapa akh, hanya ingin tahu saja. Kalau memang tidak berkenan untuk menjawab tidak apa-apa. Afwan,” aku memutuskan untuk mengakhiri sms ini. Rasa bersalah yang semakin membuncah dalam dada sudah tak dapat kubendung lagi. Bayang-bayang sesuatu yang tidak nyaman telah memenuhi ruang pikiranku. Aku kembali pesimis dengan keputusanku barusan yang mendadak aku ambil. Aku memang terlalu terburu-buru mengambil keputusan ini.

Bukan gitu maksud saya ukh, afwan jika anti kurang berkenan. Boleh langsung saya jawab pertanyaan anti tadi?” akh Yusuf memastikan pertanyaanku sebelumnya.

Enggak apa-apa, Akh. Tafadhol kalau memang mau dijawab.” Balasku datar. Kali ini harapanku akh Yusuf akan menjawab pertanyaanku tidak terlalu besar. Pikiran dan perasaanku terus saja beradu dengan begitu hebatnya.

Kulangkahkan kakiku menyusuri jalan setapak samping kampus FBS. Tak ada ekspresi yang ditampakkan dari wajahku. Hanya bingkai-bingkai rasa penyesalan yang membubuh di dada. Belum ada tiga menit kususuri jalanan kampus FBS, hpku kembali bergetar. Satu pesan singkat masuk, dari akh Yusuf. Harapan yang sempat hilang, sedikit muncul diantara tumpukan penyesalan. Kubuka perlahan sms dari akh Yusuf tersebut, perlahan tapi pasti.

Bismillah, semoga jawaban saya tidak mengecewakan anti. Selama ini saya masih berusaha menjaga hijab dengan lawan jenis saya. Masih berusaha gadhul bashar dengan mereka. Saya pun masih belum bisa seperti ikhwan lain yang sudah benar-benar bisa menjaga hijab mereka. Sekiranya ini jawaban yang bisa saya berikan, ukhti.” Sms dari akh Yusuf nampaknya memunculkan sebuah keseriusan menjawab. Tapi, aku masih belum puas atas jawaban akh Yusuf ini. Aku masih sangat penasaran pada jawaban yang sepertinya ada yang masih disembunyikan akh Yusuf.

Bolehkah saya bertanya lagi, Akh?” aku langsung membalas sms akh Yusuf secepat kilat. Rona penasaran kembali tersirat dalam hatiku. Seakan-akan aku melupakan kekecewaan yang baru saja terbias dalam hatiku.

Rabu, 08 Februari 2012

[episode 9] Meletakkan Cinta


Aku semakin merasakan sesuatu yang aneh pada diri akh Yusuf, dia semakin berbeda dengan akh Yusuf yang aku lihat sebelum-sebelumnya. Menurut pendapat kebanyakan orang akh Yusuf begitu menjaga hijabnya, terutama dengan para akhwat. Tapi nampaknya, pribadi seperti itu tidak kulihat pada diri akh Yusuf. akh Yusuf masih berinteraksi dengan lawan jenis layaknya mahasiswa yang lain layaknya mahasiswa pada umumnya, mungkin karena akh Yusuf seorang ketua BEM yang tak ingin dinilai buruk oleh mahasiswa lain. aku melihat dua sisi yang sangat jauh berbeda pada diri akh Yusuf, yang menjadikanku justru semakin penasaran padanya. Sungguh aneh memang. Namun lebih tepatnya aku bukan penasaran pada dirinya tapi penasaran terhadap tingkah laku akh Yusuf.

Sudah hampir dua minggu ini, sms akh Yusuf selalu menghampiri hp merah marunku. Tak pernah sekalipun aku membalas sms-sms taujih tersebut. Hingga akhirnya kuberanikan diri untuk membalas sms tersebut, tujuannya hanya ingin memastikan apa yang sebenarnya berada di benak akh Yusuf.

Syukron ^_^” sebenarnya tak terlalu berharap sms ini dibalas oleh orang sesibuk Aah Yusuf, apalagi hanya ucapan terimakasih yang aku kirimkan padanya. Belum ada dua menit, hpku tiba-tiba bergetar. Satu pesan singkat aku terima, sms balasan dari akh Yusuf sepertinya. Tak salah dugaanku, sms ucapan terimakasihku dibalas olehnya. Tiba-tiba jantungku berdegub lebih kencang, iramanya sama sekali tak bisa ku kontrol. Hanya untuk sekedar membukanya pun butuh cukup perjuangan, memang sedikit berlebihan. Tapi memang keanehan ini sedang kurasakan. Kutarik nafas sedalam-dalamnya sembari mengatur irama degub jantung yang semakin tidak menentu. Kutekan tombol untuk membuka sms itu secara perlahan tapi pasti.

Waiyyaki, Ukh. Kaifa khaluki?” isi pesan singkat itu justru membuat irama jantungku semakin tak karuan. Nampaknya keragu-raguanku terhadap keikhwanan akh Yusuf benar, akh Yusuf tidak seperti sosok ikhwan yang kulihat awal-awal aku berjumpa dengannya. Ingin rasanya untuk tidak membalas sms dari akh Yusuf tersebut, namun aku teringat dengan kalimat yang dilontarkan oleh sahabatku Rina, “Nggak baik kalau ditanya sama orang nggak dijawab” hatiku dirundung dilema tingkat tinggi. Pikiran dan hatiku tak bisa berkompromi dengan baik.

Sambil mengucap kalimat istighfar berkali-kali kutekan tombol-tombol hpku membalas sms dari akh Yusuf tersebut, “Alhamdulillah..” hanya seuntai kata yang kukirimkan padanya. Aku tak ingin akh Yusuf menghujaniku dengan sms-sms darinya yang membuatku semakin tak karuan. Aku merasa heran dan semakin heran dengan diriku sendiri. Apa yang sebenernya terjadi dengan diriku. Belum selesai aku merenungi apa yang sedang terjadi dalam diriku, hpku bergetar cukup mengagetkanku yang masih melamun. “Alhamdulillah kalau gitu ukh, keep hamasah ukhti! Umat membutuhkan anti.

[episode 8] Meletakkan Cinta


“Mari masuk ukh,” ajak akh Yusuf kepadaku. Mas Yusuf melangkahkan kakinya dengan terburu-buru memasuki PKMU, aku yang mengikuti langkah kakinya dari belakang hanya bisa memperhatikannya saja sambil berjalan menunduk.

“Afwan dek, saya terburu-buru. Jadi langkahnya agak saya percepat.” Kalimat yang diujarkan dari akh Yusuf mengagetkanku yang sedang memperhatikan langkahnya. Kelihatannya akh Yusuf tahu bahwa aku tengah memperhatikannya.

“Oh, iya akh.” Aku berusaha mengalihkan pandanganku ke sebuah papan di dalam PKMU ini. Nampak sekali bahwa aku dibuat salah tingkah olehnya. Aku juga heran, kenapa aku bisa menjadi seperti ini. Kuusir bayang-bayang yang ada dalam lamunanku sejauh mungkin.

Setelah sampai di PKMU, seorang akhwat dengan seyuman manisnya mendekatiku dan mengarahkan apa yang harus aku lakukan. Setelah mengisi presensi kehadiran, aku diarahkan duduk di sebuah kursi kosong agak depan karena memang bagian itu belum ada yang menempati.

Kupandangi seisi ruangan PKMU, dari deretan akhwat yang kuamati tak ada satupun yang kukenal. Hanya beberapa mbak-mbak pengurus yang wajahnya tak asing bagiku, meskipun aku juga tak mengenalnya. Kusapa teman yang berada di samping kiriku, mengajaknya berkenalan sambil mendengarkan pewara yang sedang membuka acara.

“Assalamu’alaikum,” sapaku lembut.

“Wa’alaikumussalam warohmatullah,” senyumnya terukir manis di wajahnya. Nampaknya tak asing melihat mahasiswa baru ini di sampingku ini, gumamku dalam hati.

“Kayaknya pernah tau ya?” tanyaku padanya.

“Iya, kayaknya. Aku juga lupa, hehe. Namamu siapa? Aku Yasmin, mahasiswa Bahasa Jepang semester satu.” Jawabnya sambil mengingat-ingat sesuatu.

“Oh iya, kita yang pernah ketemu waktu verifikasi data mahasiswa baru itu ya? Aku Farah, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia, semester satu juga.” Jawabku menyakinkannya.

“Oh iya, aku ingat sekarang.” Dia menghadapkan sedikit badannya dan menatapku.

Powered By Blogger