Kamis, 21 Agustus 2014
Diam-diam Aku Bersama KAMMI
Cerita di bawah ini hanyalah non-fiksi. Kesamaan
tokoh dan tempat memang di sengaja.
Afwan ye….
Buku Mengapa Aku
Mencintai KAMMI merupakan kumpulan dari cerita-cerita inspiratif seputar
KAMMI yang
ditulis oleh tiga orang kader KAMMI, Imron
Rosyadi, Evie Fitria, dan Aji Kurnia Dermawan. Baik yang mereka
alami sendiri maupun cerita yang dialami oleh kader lain. Salah satu cerita yang
cukup unik dan menarik bagi saya dalam kumpulan cerita ini adalah “No Ikhwan No
Cry”.
Menceritakan
tentang akhwat-akhwat KAMMI Madiun yang “ditinggal” oleh para ikhwan-ikhwan.
Para ikhwan itu ada yang pulang kampung, ada pula yang harus melanjutkan studi.
Jadi terpaksalah para akhwat-akhwat itu yang mengurusi KAMMI. Bahkan ada
diantara mereka yang tidak pernah sekalipun berkecimpung di KAMMI, ketika
pulang ke Madiun ialah yang mengurusi semua agenda KAMMI Madiun. Mereka tidak pernah
mengeluh. Apalagi ketika diusulkan KAMMI Madiun untuk dibubarkan, dengan
lantang mereka berkata “Tidak”.
Tentunya
masih banyak cerita yang mampu untuk menyengat semangat bagi para kader KAMMI
dalam buku ini, tapi tidak semuanya akan ditulis di sini.
Kembali
lagi ke judul yang sangat menarik bagi saya di atas, “No Ikhwan No Cry”. Saat
ini saya bermanah di sebuah LDF di salah satu fakultas di Unnes. Posisi saya
saat ini adalah sebagai ketua departemen, Departemen Kaderisasi. Sebuah posisi
yang tidak ringan tentunya. Sebuah posisi yang sangat strategis dalam sebuah
lembaga. Ialah orang yang paling bertanggung jawab akan keberlangsungan sebuah
lembaga. Posisi sekretaris departemenpun
ditempati oleh seorang yang luar biasa, saudari saya Ukh Asma’ Hanifah. Beliau adalah
akhwat KAMMI, iya akhwat KAMMI. Posisinya di KAMMIpun tidak
main-main, sekretaris departemen Kastrat KAMMI komisariat Unnes. Dua posisi yang
sangat berat, harus beliau emban secara bersamaan. Bahkan di tahun sebelumnya
tiga posisi PH+ di tiga lembaga berbeda mampu beliau emban dengan baik.
Di awal amanah beliau berpesan kepada saya bahwa beliau akan lebih sering
“menghilang” untuk mengurusi KAMMI. Tidak apa, karena saya pikir amanah di KAMMI
lebih berat dibanding di LDF, dan sayapun sangat mengetahui passion beliau
lebih ke KAMMI. Di tengah kepengurusan terjadi konflik di kubu akhwat di LDF
saya. Yang mana saya tidak bisa mengurusinya secara intensif karena posisi saya
sebagai ikhwan. Kepercayaan saya akan kapasitas Ukh Asma’lah yang membuat saya
meminta beliau untuk mengurusi konflik itu. saya juga meminta beliau untuk
lebih dekat dengan akhwat-akhwat di LDF, karena akhwat LDF sangat berbeda
dengan akhwat KAMMI. Jika akhwat KAMMI sudah sekuat baja, maka akhwat LDF masih
bagaikan kaca yang harus penuh kelembutan untuk membersihkannya ketika berdebu.
“Antum keren Ukh, tapi ya masih keren saya lah... Ups....”.
Tentu bukan hanya Ukh Asma’, setidaknya di fakultas saya masih ada empat
saudara saya yang sangat luar biasa. Iya, mereka adalah aktivis KAMMI, Akh
Ghulam Arif Rizal, Akh Hamid Zulkifli, Ukh Arum Setianingsih, dan Ukh Ira
Damayanti. Keempatnya merupakan aktivis KAMMI yang sangat loyal.
Akh Arif adalah orang pertama yang memahamkan saya seperti apa perjuangan
di KAMMI itu, seperti apa aktivitas di KAMMI itu, dan seperti apa kader KAMMI
itu. saat ini beliau menjabat sebagai ketua departemen humas KAMMI komisariat
Unnes. Awalnya saya tidak paham apa itu KAMMI, dan untuk apa KAMMI. Beliau
lebih dulu mengikuti DM 1 dari pada saya. Karena waktu semester dua saya diajak
ikut DM 1 tidak mau. Masih saya ingat betul malam itu, Akh Arif bercerita
tentang kader KAMMI. Beliau mengatakan kader KAMMI itu, rajin baca buku dan
kalau salat lima waktu tidak berjama’ah di masjid bukan kader KAMMI namanya. Dalam
pikiran saya “‘Monster’ seperti apakah kader KAMMI itu?” Cerita dari Akh Arif
inilah yang membuat saya selalu mencontoh beliau. Beliau adalah lawan bagi
saya. Lawan yang harus dikalahkan karena kehebatannya sebagai kader KAMMI. “Antum
jos Akh!”
Saudara saya yang kedua yang juga aktivis KAMMI adalah Akh Hamid Zulkifli. Beliau
asli dari Pacitan Jawa Timur. Posisi sebagai ketua departemen Ekonomi Kreatif
beliau emban tahun ini. Bagi saya Akh Hamid adalah orang yang selalu ceria. Meskipun
terkadang saya jengkel terhadap beliau. Tapi bagi saya beliau adalah aktivis
KAMMI yang luar biasa. Kepada beliaulah saya sering cemburu karena aktivitasnya
di KAMMI. Sama dengan Akh Arif, dari Akh Hamidlah sering saya bertanya-tanya
tentang KAMMI. Keberterimaan beliau terhadap KAMMI lebih dahulu dibandingkan
dengan saya. Beliau satu angkatan DM1 dengan Akh Arif. “Selalu istiqomah ya Akh
Bro!”
Saudari saya yang satu ini orang yang cukup menyebalkan bagi saya. Suatu
ketika beliau pernah bilang bahwa saya itu “qowiy” di hadapan teman-teman
aktivis satu angkatan yang lain. Entah bagaimana, hingga detik ini saya
mendapatkan cap sebagai “ikhwan terqowiy se-FBS (fakultas saya)”. Setiap kali
bertemu dengan ikhwah lain, cap itu yang selalu saya dapat. Tapi terlepas dari
itu beliau adalah kader KAMMI luar biasa. Saat ini beliau beramanah di DPM KM
Unnes sebagai sekjen (kalau nggak salah). Salah satu kecakapan beliau adalah
dalam hal menganalisis, analisisnya begitu tajam. Terutama dalam hal
perpolitikan kampus. Tidak diragukan lagi, Ukh Arum Setianingsih mahasiswa
prodi Pendidikan Bahasa Jepanglah orangnya. “Ajari analisisnya dong Ukh!”
Yang terakhir ini juga tidak kalah hebatnya. Beliau adalah Ukh Ira
Damayanti, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Saat ini beliau
bermanah sebagai sekretaris kementrian PSDM BEM KM Unnes (“Iya nggak sih?”).
Saudari saya yang satu ini juga jebolan DM1 KAMMI. Soal jumlah buku yang pernah
dibaca tidak diragukan lagi. Sempat akan beramanah di LDF, beliau justru
diamanahi di BEM, lebih berat tentunya. Tapi tidak jadi soal bagi kader KAMMI. Saat
resume ini saya tulis, beliau dikabarkan mengalami kecelakaan. Semoga Allah
lekas menyembuhkan beliau. “Syafakillah Ukhti.”
Itulah kelima “Power Ranggers” KAMMI dari Fakultas Bahasa dan Seni. Jika
selama ini banyak orang yang menganggap saya itu luar biasa, bagi saya
merekalah pemantik bagi saya untuk senantiasa menjadi luar biasa. Dari
merekalah saya belajar, dari merekalah saya mengerti. Mungkin jika tidak karena
mereka, saya tidak akan pernah ikut DM1, saya tidak akan paham apa itu KAMMI,
dan masih banyak lagi. Jujur saja saya iri dan cemburu terhadap mereka berlima
yang aktif di KAMMI. “Syukron Jazakumullah Akhi Ukhti....”.
oleh: Agung Wahyu Saputro
catatan:
Tulisan ini dibuat sendiri oleh akh Agung, saudara saya di FBS. Padahal sebenarnya saya memintanya untuk membuat resume buku yang berjudul "Mengapa Aku Mencintai KAMMI" untuk kebutuhan suatu hal. Tapi ternyata jadinya bukan resume malah menceritakan saudara-saudaranya di fakultas kami (FBS) yang menjadi aktivis KAMMI di kampus Unnes. Tak apalah, mungkin itu salah satu bukti cintanya pada KAMMI walaupun dia bukan merupakan aktivis KAMMI. Semoga senantiasa istiqomah di jalan dakwah, baik itu lewat KAMMI ataupun lewat lembaga dakwah yang lainnya, aaamiin..
Ternyata, banyak yang mencintai KAMMI dalam diamnya ^_^
Langganan:
Postingan (Atom)